Cox’s Bazar, NU Online
Kelompok atau geng kriminal dilaporkan menguasai kamp-kamp pengungsi Rohingya di Distrik Cox’s Bazar, Bangladesh. Mereka melakukan aksi kriminalitas, mulai dari penculikan hingga pembunuhan terhadap para pengungsi Rohingya. Naasnya mereka tidak dihukum sama sekali.
Demikian laporan yang dikeluarkan International Crisis Group (ICG), sebagaimana diberitakan AFP, Jumat (26/4). Atas kejadian itu, ICG mendesak agar pemerintah Bangladesh memperbanyak jumlah personel keamanan di kamp-kamp pengungsi Rohingya. Pasalnya, kelompok kriminal dan ekstremis itu melaksanakan aksinya tersebut secara terbuka.
Para pemimpin pengungsi Rohingya, kata laporan ICG, merasa khawatir dengan ancaman yang datang dari para ekstremis. Ditambah banyaknya aksi pembunuhan yang terjadi di sana tanpa adanya upaya untuk menyelidikinya kasus tersebut. Sehingga para pelakunya tidak pernah dibawa ke pengadilan.
"Para pengungsi menyatakan kekhawatiran serius soal keamanan personal mereka dan para militan dan geng kriminal selalu mengintimidasi, menculik dan membunuh dengan impunitas (tanpa dihukum)," tulis ICG dalam laporannya.
ICG meyakini, ancaman pembunuhan terhadap para pemimpin Rohingya tersebut berasal dari kelompok militant Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Kelompok ini dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan mematikan terhadap militer Myanmar pada 2017 lalu. Sehingga kemudian tentara Myanmar melancarkan operasi militer yang menyasar semua etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Kejadian itu kemudian memicu sekitar 700 ribu etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh hingga hari ini.
"(Ancaman pembunuhan) Yang diyakini datang dari ARSA dan mengkhawatirkan keselamatan mereka," sebut ICG.
Dalam laporannya, ICG juga menyerukan agar komunitas internasional membantu Bangladesh untuk menampung para pengungsi Rohingya dalam beberapa tahun ke depan, mengingat proses pemulangan (repatriasi) mereka ke Myanmar yang belum jelas hingga kini.
Juru bicara Kepolisian Distrik Cox's Bazar, Iqbal Hossain menyebut, laporan yang diungkapkan ICG tersebut terlalu dilebih-lebihkan. Meski demikian, Hossain mengakui bahwa terjadi peningkatan tindak kekerasan di kamp-kamp pengungsi Rohingya. Dilaporkan, sejak 2017 ada 60 pengungsi Rohingya yang dibunuh di kamp-kamp mereka di Cox’s Bazar.
"Laporan itu melebih-lebihkan, tapi bukannya tidak berdasar. Memang benar, tindak kekerasan di kamp-kamp (pengungsi Rohingya) telah meningkat," kata Hossain.
Hossain mengatakan, pihak kepolisian setempat telah menambah jumlah personel keamanan di kamp-kamp pengungsi Rohingya. Ia menyebut, ada tujuh pos kepolisian baru yang didirikan di kamp-kamp pengungsi. Menurutnya, pembunuhan yang terjadi di kamp-kamp merupakan bagian dari perebutan kekuasaan diantara para pengungsi Rohingya. Tidak ada kaitannya dengan ARSA.
"Aktivitas intelijen telah ditingkatkan untuk mencari tahu apakah ARSA terlibat dalam pembunuhan," lanjutnya. (Red: Muchlishon)