Internasional

NU Belanda Bertekad Kurangi Islamofobia di Negeri Kincir Angin

Sen, 24 Juni 2019 | 12:00 WIB

NU Belanda Bertekad Kurangi Islamofobia di Negeri Kincir Angin

Jajaran pengurus PCINU Belanda.

Jakarta, NU Online
Perolehan suara politik sayap kanan Belanda meroket. Suaranya naik secara signifikan. Mereka cenderung konservatif dengan menolak kehadiran pengungsi dari Timur Tengah dan bahkan tidak suka dengan Islam.

Hal itu ditengarai oleh kekhawatiran masyarakat Barat, tak terkecuali mereka yang berkebangsaan Belanda, akan dominasi ekonomi warga Timur Tengah yang ada di wilayahnya. Hal serupa telah membuat Inggris memutus hubungan dari Uni-Eropa yang dikenal dengan sebutan Brexit (British Exit).

"Kekhawatiran Barat atas dominasi sektor ekonomi oleh imigran. Brexit juga didasari faktor itu. Kekhawatiran orang-orang tua atas penguasaan sunber daya ekonomi," kata Muhammad Latif Fauzi, Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda, kepada NU Online, pada Senin (24/6).

Tidak hanya ekonomi, ia juga melihat adanya benturan tradisi antara imigran dengan penduduk setempat. Hal ini juga membawa dampak buruk dan menimbulkan ketidaksukaan oleh warga Belanda. Meskipun, pandangannya terhadap itu tidak melebihi faktor ekonomi yang dikhawatirkan oleh mereka.

"Saya melihatnya lebih ke sisi ekonomi ya. Ada sih soal-soal benturan tradisi karena imigran membawa tradisinya ke Belanda. Orang-orang itu tidak suka," jelas pria asal Sidoarjo itu.

Di samping itu, saat PCINU Belanda menggelar konferensi internasional dan pameran wajah Islam Indonesia, juga menuai protes sebagian kalangan di sana. "Kemarin saat kita menggelar konferensi internasional, ada protes dari kelompok masyarakat terhadap Islam," katanya.

Meskipun demikian, penyelenggaran dua acara rutin dua tahunan itu setidaknya dapat memberikan warna informasi baru bagi warga Negeri Bunga Tulip itu. "Minimal orang Belanda mulai mengerti tentang Islam yang kita promosikan," katanya.

Melihat hal tersebut, islamofobia ini, menurutnya, menjadi persoalan dan tantangan riil yang PCINU Belanda hadapi di masa khidmat 2019-2021 ini. Menurutnya, mereka pasti kurang mengerti bagaimana NU dan ideologi apa yang NU bangun selama ini.

Oleh karena itu, Fauzi merasa perlu banyak dialog dengan berbagai pihak di Belanda guna meredam arus yang begitu kencang ini. Saat ini, PCINU Belanda telah tergabung dan aktif berkomunikasi dengan jejaring Konsorsium Islam Kristen Belanda.

Namun, menurutnya, langkahnya tidak cukup sampai di sana. Masih banyak lagi yang perlu diajak untuk bermitra dan menjalin komunikasi dan tukar informasi agar mengetahui bagaimana NU membangun ideologinya. "Masih diperlukan lebih banyak lagi dialog dan kegiatan bersama agar mereka mengerti apa yang kita lakukan," kata peneliti doktoral di Fakultas Humanities, Universitas Leiden, Belanda itu.

Fauzi juga ke depan akan membuka komunikasi dengan kelompok yang dikenal mengalami islamofobia itu. “Kita akan membangun komunikasi dengan beberapa kelompok sayap kanan Belanda seperti Pegida dan lain-lain. Termasuk komunikasi dengan partai-partai politik yang mengusung populisme kanan, antiimigran dan antiislam. Sebut saja Partai Foruum voor Democratie yang dipimpin Thierry Baudet," pungkasnya. (Syakir NF/Kendi Setiawan)