Internasional

Pesan Damai dari Pesantren Sayyid Maliki di Makkah

Jum, 9 Oktober 2015 | 19:54 WIB

Makkah, NU Online
“Di madrasah ini, kita belajar adab. Kita tidak mengkafirkan orang yang bertentangan dengan kita. Mereka yang bertentangan, juga  tidak kita hina. Semua masalah kita selesaikan dengan dialog. Saya punya dalil, kalian punya, orang yang bertentangan dengan kita juga punya dalil. Usai berdialog, mari kita  saling mencintai dan menghargai pendapat masing-masing.”
<>
Pesan damai ini disampaikan Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawy Al Maliki Al Hasani dalam sebuah halaqah bersama para santrinya di Masjid komplek pesantrennya, Ruseifah, Makkah, Ahad (20/09).

Berjubah putih dengan sorban hijau, Sayyid Ahmad duduk bersila di bagian depan, sementara para santri duduk rapih membentuk setengah lingkaran. Di kiri kanan Sayyid Ahmad, duduk para ulama dari berbagai negara seperti Sudan, Mesir, dan Yaman. Persis di sebelah kanan Sayyid Ahmad, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin duduk bersila ikut mengaji dan mendengar pesan-pesan  damai dari keturunan Nabi.

"Lir ilir, lir ilir, tandure wus sumilir. Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar.  Cah angon-cah angon, penekno blimbing kuwi. Lunyu-lunyu ya penekno, kanggo mbasuh dodotiro".

Syair Lir Ilir ini mungkin sudah sangat akrab di telinga kita, terlebih setelah dipopulerkan kembali oleh Kiai Kanjeng-nya Emha. Dipadukan dengan  Shalawat Nabi, senandung itu terasa tidak asing dalam pendengaran kita. Namun demikian, nuansanya terasa menjadi berbeda ketika pesan sarat makna Sunan Kalijaga itu disenandungkan di masjid pondok pesantren seorang ulama terkemuka di Makkah Al-Mukarramah, Sayyid Ahmad Al Maliki Al Hasani.

Ahad (20/09), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyengaja untuk bersilaturahim ke kawah candradimuka para kiai Indonesia, berkunjung ke pondok pesantren Abuya Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawy Al Maliki Al Hasani. Disebut begitu karena dari garba pesantren ini, telah lahir ribuan lulusan yang saat ini menjadi ulama berpengaruh di Indonesia.

Sebut saja KH Maemun Zubair, seorang ulama terkemuka Indonesia yang menjadi pengasuh pondok pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang. Beliau adalah salah satu santri Sayyid Alawy al Maliki, kakek dari Sayyid Ahmad. Santri Mbah Maemun kini tersebar di seantero Nusantara untuk berdakwah dan mengajar anak-anak bangsa.

Nama-nama seperti KH Aufal Maram, KH Luthfi Basori, dan Habb Thahir Al Kaff adalah barisan ulama Indonesia yang dulunya juga belajar di pesantren Sayyid Ahmad ini. Mereka adalah santri dari Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki, ayah dari Sayyid Ahmad. Baliau wafat pada Jum’at, 15 Ramadhan 1425 H yang bertepatan dengan 29 Oktober 2004. Kini, pesantren yang berlokasi di daerah Rusaifah, Makkah ini diasuh oleh puteranya, Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawy al Maliki.

Menjelang Magrib, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tiba di pondok pesantren Sayyid Ahmad. Didampingi Staf Khusus Menag Hadi Rahman dan Sekretaris Menteri Khoirul Huda Basyir, Menag diterima Abdullah As-Segaf, pria asal Solo yang menjadi salah satu orang terdekat Sayyid Ahmad. Rombongan Menag pun dipersilahkan masuk ke dalam masjid yang berada pada pusat komplek pesantren tersebut.

Memasuki komplek pendidikan binaan Sayyid Ahmad, kita seakan dibawa pada lingkungan pesantren Indonesia. Tidak banyak yang berbeda karena sebagaimana pesantren pada umumnya, masjid juga menjadi pusat pendidikan di pesantren ini. Jika kita menghadap Masjid, maka pada sisi kanan terdekat masjid, terdapat gedung yang menjadi tempat tinggal santri, bilik. Antara bilik dan masjid, terdapat pintu khusus yang menjadi akses para santri untuk memasuki masjid. Sementara sisi kiri masjid adalah deretan kran air yang disiapkan untuk berwudlu bagi para jamaah. Persis dengan pesantren di Indonesia.

Pertemuan dengan Sayyid Ahmad diawali dengan  Magrib berjamaah. Lukman yang sudah ada didalam masjid, menyambut kehadiran Sayyid Ahmad setibanya di ruang shalat. Diimami salah satu santri pesantren, Lukman shalat di baris pertama, berdiri di sebelah kanan Sayyid Ahmad. Berbeda dengan masjid di Makkah pada umumnya, suara merdu imam, mengeraskan bacaan Basmalah saat membaca Al-Fatihah dan surat setelahnya.

Usia Magrib berjamaah, acara dilanjutkan dengan halaqah yang biasanya diisi dengan pengajian tafsir atau hadist. Namun kali ini, acara diisi dengan penyambutan kedatangan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan jamaah haji Indonesia.  

“Saya mengucapkan selamat datang kepada Menag dan para jamaah haji yang telah datang ke Makkah,” kata Sayyid Ahmad mengawali sambutannya.

Menurutnya, hubungan ayahnya, Sayyid Muhammad, dengan masyarakat Indonesia sudah terjalin sejak lama, sejak beliau muda.

“Ayah saya pernah berdakwah di Indonesia dan sudah memberikan bekas-bekas yang baik di sana. Ada banyak pondok pesantren yang telah dibuka ayahanda. Itu semua merupakan hasil dari saling berkunjung dan silaturahmi,” tuturnya.

Apa yang sekarang dikembangkan di pesantren, menurut Sayyid Ahmad adalah warisan dari ayahnya. Warisan itu berupa metode pembelajaran  yang berasaskan pada kebaikan untuk seluruh umat manusia dan semua ciptaan Allah SWT.

“Metode ini dibangun atas kebaikan kepada semua ciptaan Allah serta membersihkan diri dari  hawa nafsu. Semuanya berdasarkan ilmu, karena berapa banyak musibah dan fitnah terjadi karena  kebodohan. Dan kebodohan inilah yang telah menjadikan sebagian umat Islam  menistakan dirinya dan  berperilaku tidak sesuai ajaran Islam,” pesannya.

“Di madrasah ini, kita belajar adab.  Kita tidak mengkafirkan orang yang bertentangan dengan kita. Mereka yang bertentangan, juga  tidak kita hina. Semua masalah kita selesaikan dengan dialog. Saya punya dalil, kalian  punya, orang yang bertentangan dengan kita juga punya dalil. Usai berdialog, mari kita  saling mencintai dan menghargai  pendapat masing-masing,” katanya lagi.

Kepada Menag, Sayyid Ahmad mengucapkan terima kasih atas perkenannya berkunjung ke pesantren yang diasuhnya. “Wa idza qadima ahlus-siyasah fi ahli baitil ilmi wa tilka dalilun ala fadlli ahlis siyasah (Bila kalian melihat birokrat berada di rumah ulama, itu tanda adanya kebaikan pada birokrat tersebut),” ujarnya seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.

Menurutnya, Menteri Agama bak kemah yang  harus bisa menampung siapa saja. Karenanya, Sayyid Ahmad berharap Lukman dapat menerima dan meluaskan dada kepada siapa saja, termasuk mereka yang bertentangan dengan dirinya.

Serban hijau itu kemudian dikalungkan Sayyid Ahmad secara langsung kepada Menteri Agama. Diberikan kepada Menag juga, kitab Abwabul Faraj yang berisi kumpulan doa-doa yang ditulis oleh ayahandanya, Sayyid Muhammad. Bagi Sayyid Ahmad, memberi hadiah kepada tamu yang datang adalah  tradisi yang biasa dilakukan sang Ayah.

Menepuk-nepuk paha kiri Lukman Hakim, Sayyid berharap Menag bisa menjadi contoh dan rumus bagi orang-orang yang baik dalam dakwah Islamiyah. “Kita tidak akan berubah dengan orang-orang yang bertentangan dengan kita,” tuturnya.  

Untuk Indonesia, Sayyid Ahmad  berharap  negara dengan penduduk Muslim terbesar ini bisa segera bangkit dan mencapai kemajuan pada semua dimensi. “Terima kasih atas kunjungannya dan Insya Allah kami akan berkunjung ke Indonesia,” kata Sayyid Ahmad sembari kembali menepuk-nepuk paha kiri Lukman yang duduk bersila di sisi kanannya.

Menyentak kesadaran semua yang hadir dalam halaqah tersebut, Sayyid Ahmad menutup pidatonya dengan menyitir Sabda  Rasulullah, di tempat (Makkah) dan waktu (Dzulhijjah) yang suci,  bahwa  haram bagi kalian untuk menumpahkan darah dan mengambil harta yang bukan miliknya. Sayyid Ahmad bertanya, “Bagaimana pengamalan kita terhadap sabda Rasulullah ini?”

Menag tertegun ketika diberi kesempatan berbicara di hadapan guru yang dikaguminya. Baginya, pesantren Sayyid Ahmad telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi Indonesia,  sejak ratusan tahun lalu. Sebab, banyak ulama Indonesia yang memiliki hubungan erat, baik langsung atau tidak langsung, dengan  Sayyid Alawy,  Sayyid Muhammad, dan Sayyid  Ahmad sendiri.

“Inilah yang menyebabkan Islam di Indonesia tetap terjaga sampai saat ini,” tuturnya.

Menurut Menag, Islam di Indonesia adalah Islam yang wasatiyah, tasamuh, tawasuth, tawazun; Islam yang telah  diajarkan oleh para ulama Saudi. Menag mengaku terkesan dan setuju dengan pemikiran Sayyid Ahmad, bahwa Islam saat ini menjadi salah satu acuan  menjaga peradaban manusia dalam menebarkan kedamaian dan keselamatan.

“Islam hakikatnya adalah keselamatan dan setiap muslim selalu menebarkan keselamatan bagi sesamanya dengan mengucapkan salam,” kata Menag.

“Sekeras apapun, sebesar apapun, bahkan setajam apapun perbedaan di antara kita, semestinya kita mengembangkan dialog, tidak saling mengkafirkan, tidak saling menyalahkan atau bahkan saling menumpahkan darah antar sesama kita sesama muslim,” tambahnya.

Selaku Menteri Agama dan  atas nama Pemerintah, Menag menyampaikan  terima kasih atas kontribusi pesantren Sayyid Ahmad ini kepada generasi bangsa sehingga  Islam di Indonesia bisa terjaga dan terpelihara. Bagi Lukman, doa Abuya untuk Indonesia adalah sebuah apresiasi dan menandai keterikatannya dengan Nusantara.

“Kami senang  atas rencana Abuya untuk berkunjung ke Indonesia. Sudah lama sekali kerinduan umat Muslim, ulama Indonesia atas kehadiran Abuya, mudah-mudahan ini bisa segera direalisasikan,” harapnya. (Red: Mukafi Niam)