Yerusalem, NU Online
Ratusan ribu umat Muslim dari Palestina dan beberapa negara lainnya menunaikan Shalat Jumat terakhir pada bulan Ramadhan di Masjid al-Aqsa, Yerusalem. Diketahui, Masjid al-Aqsa merupakan ‘salah satu tempat paling sensitif’ dalam konflik Israel-Palestina.
Para jamaah tersebut berlindung di bawah payung ketika relawan menyemprotkan air di sekitar Masjid al-Aqsa di kawasan Kota Tua yang disebut umat Islam sebagai al-Haram al-Syarif dan umat Yahudi sebagai Temple Mount.
Diperkirakan, ada sekitar 260 ribu jamaah yang hadir untuk melaksanakan Shalat Jumat terakhir bulan Ramadhan di Masjid al-Aqsa tersebut. Khatib yang menyampaikan khutbah Shalat Jumat, Ikrima Sabri, menyerukan pesan perlawanan kepada para jamaah.Â
“Ini adalah pesan untuk semua orang yang ingin merebut kembali Masjid al-Aqsa dan kepada para penyerang dan mereka yang menyerbu: jangan melelahkan diri sendiri, Anda tidak akan pernah memiliki kendali atas satu incipun Masjid al-Aqsa, itu adalah ultimatum," kata Sabri dalam pesan khutbah Shalat Jumat, dikutip NU Online dari laman Reuters, Sabtu (1/6).
Otoritas Israel menerapkan keamanan yang ketat di wilayah Masjid al-Aqsa. Hal itu dilakukan setelah terjadi serangan penikaman di Yerusalem. Dalam insiden itu, dua warga Israel terluka dan seorang remaja Palestina yang diduga melakukan serangan dibunuh pasukan keamanan Israel.
Sebagaimana diketahui, Israel berhasil merebut Kota Tua dan seluruh Yerusalem Timur dari Yordania pada Perang 1967 silam. Israel kemudian menduduki dan mencaplok wilayah tersebut hingga hari ini. Meski demikian, otoritas Palestina tidak mengakui otoritas Israel di Yerusalem Timur. Bagi Palestina, Yerusalem adalah ibu kota negara Palestina masa depan dengan mencakup Gaza dan Tepi Barat.
Pembicaraan damai antara Israel dan Palestina buntu sejak 2014 lalu. Ada beberapa rencana perdamaian untuk mewujudkan perdamaian di wilayah tersebut. Salah satunya ‘Kesepakatan Abad Ini’ yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Namun, Palestina menolak usulan Trump tersebut. Pasalnya, AS di bawah pemerintahan Trump sudah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke sana. Padahal, Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina masa depan. (Red: Muchlishon)