Internasional

Suriah Bertekad Rebut Kembali Dataran Tinggi Golan dari Israel

NU Online  ·  Sabtu, 23 Maret 2019 | 14:30 WIB

Suriah Bertekad Rebut Kembali Dataran Tinggi Golan dari Israel

Tank Israel berada di Dataran Tinggi Golan. Foto: Jalaa Marey / AFP

Damaskus, NU Online
Pemerintah Suriah berjanji akan merebut kembali wilayah Dataran Tinggi Golan dari Israel, terutama menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat yang mengakui kedaulatan Israel atas wilayah tersebut, Kamis (21/3) lalu. 

“Setelah 52 tahun, sudah waktunya bagi Amerika Serikat untuk sepenuhnya mengakui Kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," tulis Trump melalui akun Twitternya, @realDonaldTrump, Kamis (21/3). 

Pemerintah Suriah menyatakan bahwa Dataran Tinggi Golan merupakan wilayah yang tidak bisa dipisahkan dari Suriah. Menurut Suriah, Amerika Serikat (AS) tidak memiliki hak untuk memutuskan status wilayah tersebut. Bagi Suriah, merebut wilayah Golan menjadi prioritas mereka selama itu sepanjang dijamin peraturan internasional.

“Segala bentuk pengakuan adalah aksi ilegal,” demikian pernyataan resmi pemerintah Suriah, dikutip Reuters, Jumat (22/3).

Sebagaimana diketahui, Israel berhasil menduduki wilayah Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang Enam Hari pada 1967 dan mencaploknya tahun 1981. Pada perang itu, Israel juga berhasil menduduki Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Hingga hari ini, masyarakat internasional tidak pernah mengakui langkah Israel yang mencaplok wilayah di Dataran Tinggi Golan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berterimakasih kepada Trump karena telah berani mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. “Saat Iran berupaya memanfaatkan Suriah sebagai platform untuk menghancurkan Israel, Presiden Trump dengan berani mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," tulis Netanyahu di Twitternya, @netanyahu, Jumat (22/3).

Dilaporkan, saat ini ada sekitar 30 permukiman Israel dan 20 ribu orang yang tinggal di wilayah Dataran Tinggi Golan. Sebagian besar mereka adalah Arab Druze yang memutuskan tetap tinggal di sana meski Golan direbut Israle ketika itu. secara hukum internasional permukiman itu adalah illegal, namun Israel terus membantahnya. (Red: Muchlishon)