Ketenagakerjaan

Kemnaker Terus Sempurnakan Aturan Turunan UU Pelindungan Pekerja Migran

Kam, 25 Juli 2019 | 01:15 WIB

Kemnaker Terus Sempurnakan Aturan Turunan UU Pelindungan Pekerja Migran

Direktur PTKLN Kemnaker Eva Trisiana pada Rapat dengan CSO Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di Jakarta, Senin (22/7).

Jakarta, NU Online
Kementerian Ketenagakerjaan  meminta sejumlah Civil Society Organization (CSO) memberikan masukan secara konkrit untuk menyelesaikan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Masukan CSO penting dibutuhkan Kemnaker selaku leading sector dalam  penyusunan aturan turunan UU PPMI yang ditargetkan selesai November 2019 nanti sesuai amanat UU No 18 tahun 2017.
 
"Kami sangat senang jika masukan CSO dalam bentuk kalimat konkrit dan konstruktif, bukan sebatas debat kusir agar peraturan turunan UU PPMI lebih optimal dan cepat diselesaikan sesuai dengan target waktu yang ditetapkan dalam UU tersebut," kata Direktur Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kemnaker Eva Trisiana dalam acara Rapat dengan CSO Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) di  Jakarta, Senin (22/7).
 
Rapat dengan agenda meminta masukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) PPMI dari CSO itu dihadiri juga oleh Karo Hukum Kemnaker Budiman dan 22 perwakilan CSO.
 
Eva Trisiana menambahkan selama ini  pemerintah terus berupaya secara intens melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan CSO untuk menyelesaikan seluruh aturan turunan setelah UU tersebut diundangkan November 2017.
 
Dalam kesempatan tersebut, Karo Hukum Budiman menyampaikan bahwa RPP ini menjabarkan 9 pasal dari UU 18/2017. Simplikasi peraturan perundang-undangan menjadi alasan mendasar penyusunan aturan turunan UU 18/2017 menjadi 3 Peraturan Pemerintah, 3 Perpres, 5 Permenaker dan 3 Peraturan Kepala Badan.
 
Sementara perwakilan CSO, Daniel Awigra selaku Deputi Direktur Human Rights Working Group (HRWG) berpendapat mengingat RPP merupakan jantung pelaksanaan PPMI, maka perlu diperjelas draft RPP yang masih bersifat umum dan belum spesifik dalam memberikan pelindungan kepada PMI.
 
"Mekanisme perlindungan semacam apa? Siapa yang akan bertanggung jawab untuk isu apa, di level mana?" katanya.
 
Daniel Awigra menilai soal perlindungan pekerja migran juga ada dimensi langsung yakni pemberian akses perlindungan dan membangun lingkungan yang mendukung perlindungan. "Bagaimana mekanisme perlindungan saat pekerja migran sedang bekerja di luar negeri tahu? Bagaimana mengakses perlindungan dari pemerintah? Ini menyangkut soal kepastian hukum, " kata Daniel Awigra.
 
Seknas Jaringan Buruh Migran (JBM) Savitri Wisnuwardhani, mengatakan bahwa RPP Perlindungan dan pengawasan harus juga menekankan mengenai mekanisme penanganan kasus dan bantuan hukum bagi PMI. Perlu ada bab tersendiri yg menjelaskan turunan dari pasal 77 ayat 3 UU PPMI mengenai penyelesaian perselisihan melalui pengadilan.
 
"Apakah PMI dapat menyelesaikan perselisihan melalui PHI sehingga penyelesaian dapat segera diselesaikan," kata Savitri. (Red: Kendi Setiawan)