Nasional

123 Tahun Pesantren Tebuireng: Menerima Semua Kalangan, dari Abu Bakar Ba'asyir hingga Tokoh Non-Muslim

Jum, 5 Agustus 2022 | 16:00 WIB

123 Tahun Pesantren Tebuireng: Menerima Semua Kalangan, dari Abu Bakar Ba'asyir hingga Tokoh Non-Muslim

Pengasuh Pesantren Putri Tebuireng, KH Agus Fahmi Amrullah Hadziq. (Foto: Istimewa)

Jombang, NU Online
Pengasuh Pesantren Putri Tebuireng, KH Agus Fahmi Amrullah Hadziq, menjawab keraguan masyarakat tentang posisi Tebuireng yang sering dikunjungi tokoh di luar Nahdliyin. Hingga muncul pertanyaan, apakah Tebuireng masih Nahdlatul Ulama (NU).


Saat ini, Pesantren Tebuireng memperingati hari lahirnya yang ke-123. Sebuah usia yang cukup tua untuk sebuah almamater yang didirikan KH M Hasyim Asy'ari ini. Hingga kini, Tebuireng tetap menerima semua kalangan.


Pesantren Tebuireng sendiri pernah dikunjungi oleh Abu Bakar Ba'asyir, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Dr Salim Segaf Al-Jufri, Ustadz Abdus Shomad dan masih banyak lagi tokoh Islam lainnya.


“Ketika ada yang men-stigma Tebuireng bukan NU dan sebagainya, itu hak setiap individu, tapi Hadratussyekh Hasyim Asy'ari satu-satunya Rais Akbar, Gus Dur pernah jadi Ketum Tanfidziyah, Gus Sholah pernah jadi Ketua PBNU. KH Abdul Hakim Mahfudz sekarang Ketua PBNU. Saya juga pengurus NU,” jelasnya, Kamis (8/8/2022).


Menurut Gus Fahmi, Pesantren Tebuireng tidak perlu menonjolkan dan mengumumkan sebagai pusat NU. Begitu juga tidak perlu menonjolkan jabatan tokoh-tokoh Tebuireng di NU.


“Saya pegang dhawuh Hadratussyekh, siapa yang mau mengurus NU tak anggap santriku. Siapa jadi santriku, tak doakan khusnul khatimah. Artinya siapapun mau ngurus NU meskipun tidak jadi pengurus. Caranya menghidupkan amalan NU dan infaq dana untuk NU,” imbuhnya.


Tokoh yang akrab disapa Gus Fahmi ini menjelaskan alasan Pesantren Tebuireng menerima tokoh-tokoh dari berbagai organisasi masyarakat. Menurut dia, karena sejak zaman dulu Pesantren Tebuireng sudah dikenal sebagai pesantren yang menjunjung tinggi toleransi.


Hal ini karena KH M Hasyim Asy'ari melarang fanatik buta. Itu pula sebabnya Pesantren Tebuireng terbuka untuk siapa saja. Jangankan untuk orang yang dianggap radikal, untuk selain Islam juga terbuka.


“Pernah beberapa pastor belajar ke sini. Mereka adalah calon pastor yang jalur kenceng. Dengan selain muslim saja kita hormati, apalagi sesama muslim. Meskipun ada stigma radikal menempel pada mereka,” tegas Gus Fahmi.


Dikatakan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seorang Muslim boleh interaksi dengan siapa saja. Urusan akidah tidak ada hubungan dengan silaturrahim.


“Tebuireng tetap menjunjung tinggi toleransi sesuai dengan salah satu nilai dasar Pesantren Tebuireng, yakni menghargai perbedaan dan menjaga persatuan,” tandas Gus Fahmi.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Musthofa Asrori