Nasional

2 Alasan Kenapa KH Ma’ruf Amin Dipondokkan di Pesantren Tebuireng

Rab, 26 September 2018 | 13:30 WIB

Jakarta, NU Online
Mustasyar PBNU KH Ma’ruf Amin lahir dari keluarga kiai. Bapaknya KH Muhammad Amin dan kakeknya Kiai Ramli adalah kiai yang sangat dihormati diwilayah Kresek, Banten. Oleh sebab itu, sejak lulus sekolah dasar Kiai Ma’ruf langsung dimasukkan ke pesantren.

Awalnya, Ma’ruf kecil dipondokkan di Pesantren Al-Khairiyah Citangkil, Banten. Lalu kemudian pindah ke sebuah pesantren tradisional salafiyah di wilayah Serang, Banten. Ia tidak sampai bertahun-tahun menimba ilmu di kedua pesantren tersebut. Alasannya, KH Muhammad Amin (sang bapak) dan Kiai Ramli (sang kakek) ingin agar Ma’ruf kecil itu studi di pesantren di Jawa Timur. Maklum, pada saat itu –bahkan hingga hari ini- pesantren-pesantren di Jawa Timur merupakan kiblat lembaga pendidikan Islam di Indonesia. 

Mulanya, ada dua pesantren yang dipilih untuk Ma’ruf kecil. Pertama, Pesantren Tebuireng Jombang. Kedua, Pesantren Modern Gontor Ponorogo. Namun setelah ditimbang, akhirnya sang ayah KH Muhammad Amin dan sang kakek Kiai Ramli sepakat untuk memondokkan Ma’ruf kecil ke Pesantren Tebuireng.

Setidaknya ada dua alasan yang membuat sang ayah KH Muhammad akhirnya memilih Pesantren Tebuireng bagi anak semata wayangnya tersebut. 

“Pertama, Tebuireng adalah pesantren salafiyah, dan kedua pesantren tersebut didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari yang merupakan murid dari Syekh Nawawi Al-Bantani, ulama besar di Makkah asal Banten,” demikian keterangan yang tercantum dalam buku KH Ma’ruf Amin: Penggerak Umat, Pengayom Bangsa.

Senada dengan KH Muhammad Amin, sang kakek Kiai Ramli juga setuju kalau Ma’ruf kecil dipondokkan di Pesantren Tebuireng. Kiai Ramli beralasan, Pesantren Tebuireng memiliki kultur yang sama dengan pesantren-pesantren di wilayah Banten. Yakni pesantren salafiyah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan kitab kuning. 

Dua alasan itulah yang akhirnya membuat Ma’ruf kecil menimba ilmu di Pesantren Tebuireng. Sebuah pesantren yang didirikan Hadratussyekh Hasyim Asy’ari pada 3 Agustus 1899 di Desa Cukir, Diwek, Jombang. Tercatat, Kiai Ma’ruf menghabiskan waktu empat tahun untuk nyantri di Pesantren Tebuireng. Setelah itu, ia pulang kampung dan kembali memperdalam ilmu agama di beberapa pesantren di wilayah Banten. (Muchlishon)