Muhammad Faizin
Penulis
Jakarta, NU Online
Saat ini jamaah haji sudah mulai berangsur-angsur pulang ke Tanah Air setelah menjalankan ibadah haji di Tanah Suci. Saat berangkat menjalankan rukun Islam kelima ini, jamaah menggelar selamatan atau tasyakuran yang sering dinamai walimatussafar lil hajj. Banyak dalil yang menganjurkan tradisi luhur ini dan menjadi dasar hukumnya.
Lalu, bagaimana dengan selamatan atau tasyakuran saat pulang dari tanah suci? Apakah juga dianjurkan untuk menggelar tasyakuran?
Dalam artikel NU Online: Hukum Selamatan dan Berbagi Makanan Sepulang Haj, Ustadz Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa jamaah haji yang baru saja pulang dianjurkan untuk berbagi makanan dengan tetangga dan orang-orang miskin.
Mengutip Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, selamatan dengan berbagi rezeki untuk menyambut kedatangan orang dari perjalanan jauh ini dinamakan naqi‘ah. "Pihak yang menyediakan hidangan dalam selamatan ini adalah jamaah haji sendiri atau orang lain," jelas Ustadz Alhafiz dikutip NU Online, Sabtu (8/7/2023).
Naqi’ah (selamatan atau tasyakuran) ini layak dilakukan saat pulang haji kerena perjalanan jamaah haji Indonesia menempuh jarak yang jauh. Ulama Syafi’iyah, jelasnya, memberikan batasan terkait perjalanan seperti apa yang dianjurkan untuk diadakan selamatan penyambutan atau naqi‘ah.
"Kalau hanya perjalanan dekat ke tepi kota atau lintas provinsi yang tidak jauh, kita tidak dianjurkan untuk mengadakan selamatan penyambutan," jelasnya.
Naqi‘ah sebenarnya adalah selamatan atas sebuah perjalanan jauh secara umum, bukan hanya perjalanan haji. Tetapi, jamaah haji asal Indonesia dan keluarganya layak menggelar naqi‘ah atau selamatan usai perjalanan jauh naik haji mengingat jarak tempuh tanah suci dan tanah air yang tidak dekat.
Berdasarkan kitab Tuhfatul Muhtaj disebutkan bahwa para ulama menyebutkan kesunnahan walimah secara mutlak bagi jamuan penyambutan orang yang tiba dari perjalanan. Jelas ini berlaku bagi perjalanan jauh yang ditempuh untuk menunaikan kepentingan apa saja pada umumnya.
"Sedangkan kepergian seseorang sehari atau beberapa hari ke suatu daerah yang dekat, dihukumi seperti orang yang hadir menetap di dalam kota. Demikian disebut dalam Nihayah dan Mughni," jelasnya.
Kesiapan menggelar tasyakuran ini menurutnya juga harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jamaah haji yang baru pulang dan keluarganya tidak perlu memaksakan diri membuat pesta penyambutan yang mewah. Mereka cukup menghidangkan makanan ala kadarnya dan membuat selamatan sederhana.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Kronologi Penembakan terhadap Guru Madin di Jepara Versi Korban
2
Prof Kamaruddin Amin Terpilih sebagai Ketua Umum PP ISNU 2024-2029
3
Silampari: Gerbang Harapan dan Gotong Royong di Musi Rawas
4
Inti Ajaran Islam, Tasawuf Jadi Pelita Masyarakat menuju Makrifat
5
Ketua PBNU Ingatkan Kader NU Harus Miliki 4 Karakter Berikut
6
Khutbah Nikah: Menjaga Kehormatan dalam Ikatan Pernikahan
Terkini
Lihat Semua