Nasional

Anggota Banser Ragu Jaga Gereja dan Bertanya ke Gus Dur, Apa Jawab Gus Dur?

Jum, 20 Januari 2017 | 05:00 WIB

Jombang, NU Online
Barisan Ansor Serba Guna (Banser) yang merupakan sayap organisasi Gerakan Pemuda Ansor merupakan salah satu organisasi yang mempunyai komitmen kuat terhadap keamanan dan keutuhan NKRI. Pekikan “NKRI Harga Mati” pun telah menjadi ruh tersendiri bagi Banser.

Seperti ketika momen Hari Raya Natal tiba. Hari besar yang kerap dijadikan oleh kelompok radikal untuk melancarkan aksi terornya itu membuat Banser turut aktif dalam menjaga kekhidmatan ibadah Natal bagi saudara sebangsa untuk menjaga gereja.

Diceritakan oleh Kapolres Jombang AKBP Agung Marlianto, ketika itu ada seorang Banser yang mengemukakan keragu-raguannya dalam turut menjaga gereja. Kemudian dia bertanya kepada KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kala itu.

"Saat ada Banser yang masih ragu-ragu menjaga gereja bertanya kepada Gus Dur, kemudian Gus Dur menjawab tegas, jika masih ada sedikit keraguan dalam hatimu, berpikirlah bahwa yang kau jaga ini bukan gereja, melainkan Indonesia. Atau setidaknya berpikirlah, bahwa yang kamu jaga adalah kotamu. Yang kamu jaga adalah tanah kelahiranmu. Sebab setiap gangguan yang terjadi di tanah kelahiranmu, pasti akan berdampak kepadamu,” tutur Agung menirukan jawaban Gus Dur. 

Hal itu diungkapkan AKBP Agung ketika memberikan sambutan dalam sebuah pengajian dan istighostah bersama yang diselenggarakan Polres bersama GP Ansor Jombang di halaman Kantor Polres setempat belum lama ini.

Dijelaskannya, sikap tersebut hendaknya bisa menjadi contoh konkret bagi setiap individu, kelompok atau organisasi kemasyarakatan (Ormas) khususnya di Jombang untuk saling menghargai  perbedaan sebagai representasi dari keragaman yang niscaya itu.

Sementara itu, Ketua PC GP Ansor Jombang H Zulfikar Damam Ikhwanto lebih jauh menjelaskan pemicu terhadap adanya sikap intoleransi oleh kelompok-kelompok tertentu. Menurutnya UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam kehidupan berbangsa, bernegara bahkan beragama dengan sengaja dirusak oleh kelompok-kelompok tertentu. 

Kebebasan memeluk agama dan menjalankan agama serta keyakinan masing-masing sesuai dengan bunyi landasan konstitusional itu mulai dimainkan dengan memunculkan isu-isu SARA.

"Mulai dimunculkan dan diprovokasi tentang kontroversi ucapan selamat hari besar agama, dimainkan soal isu penggunaan atribut budaya mengarah pada keyakinan agama tertentu, soal budaya nasional yang dianggap tidak sesuai ajaran agama dan lain-lain," katanya kepada NU Online, Kamis (19/1/).

Akibatnya, lanjut pria yang kerab disapa Gus Antok itu kesemuanya itu saat ini menjadi bahan memicu perpecahan di tengah masyarakat. "Seolah semua berhak menilai dirinya yang paling benar, sedangkan orang lain yang berbeda dengan dirinya dinilai salah. Saling tuduh, saling benci, saling fitnah, saling berprasangka buruk, saling menjatuhkan, saling menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan," ujarnya.

"Saya pikir semua ini harus diakhiri, tidak boleh ada lagi perpecahan, konflik atau fanatisme yang membabi buta. Apalagi soal SARA. Mari kembali pada landasan ideal Pancasila, Landasan Konstitusional UUD 1945, Kehidupan yang Bhinneka Tunggal Ika dan menjaga NKRI ini tetap berdaulat," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Fathoni)