Nasional

Antropolog Budaya: Pernyataan Arya Wedakarna Tak Wakili Populisme di Bali

Jum, 5 Januari 2024 | 20:30 WIB

Antropolog Budaya: Pernyataan Arya Wedakarna Tak Wakili Populisme di Bali

Guru Besar Antropolog Budaya dari Universitas Negeri Hindu, I Nyoman Yoga Segara. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Guru Besar Antropolog Budaya dari Universitas Negeri Hindu I Nyoman Yoga Segara menilai pernyataan Arya Wedakarna atas ketidaksetujuannya terhadap penampilan frontline Bandara Ngurah Rai Bali yang menggunakan jilbab dianggap tidak merepresentasikan populisme di Bali.


"Pernyataan Arya itu tidak dapat dianggap mewakili populisme di Bali, dan tidak boleh digeneralisasi. Sebab penolakan juga diajukan oleh sebagian besar orang Bali sendiri," kata Segara kepada NU Online, Jumat (5/1/2024).


Segara menilai jika pernyataan Arya Wedakarna memiliki agenda politik tak seharusnya memanfaatkan sentimen politik identitas berdasarkan suku, agama, dan ras (Sara).


"Namun jika pernyataan itu memiliki agenda politik misalnya, karena beliau sedang mencalonkan diri sebagai Senator DPD, maka tidak tepat pula dengan memanfaatkan sentimen identitas berdasarkan suku, agama, ras (SARA)," ungkapnya.


Segara menyoroti pergeseran dari eksploitasi emosi keagamaan untuk keuntungan politik yang dinilai tak tepat.


"Saat ini emosi keagamaan tampaknya mulai tidak laku lagi dijual untuk dikapitalisasi menjadi keuntungan politik. Eranya sudah berlalu, residunya juga sudah tidak sekuat pada 2017 saat Pilgub Jakarta dan 2019 saat Pilpres," jelasnya.


Ia meyakini generasi saat ini lebih cerdas secara politik tak perlu menggunakan metode kontroversial yang tidak memberikan manfaat pada identitas Bali dan agama Hindu. 


"Masyarakat kita sudah mulai cerdas dan melek literasi politik, terlebih para pemilih kita saat ini dikuasai generasi milenial dan Gen Z yang kritis dan tidak percaya begitu saja pada satu isu," tutur Segara.


Sebagai perwakilan rakyat Bali, Segara berharap Arya lebih fokus memberikan inspirasi dan teladan, menjadi penyambung yang baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, daripada memprovokasi. Terlebih lagi, pemerintah tengah gencar membumikan moderasi beragama sebagai gerakan bersama.


"Sebagai rakyat Bali yang diwakilinya, saya hanya berharap, Arya dalam setiap ucapan dan tindakannya lebih banyak memberikan inspirasi, teladan, menjadi penyambung yang baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan sebaliknya memprovokasi," imbuhnya.


Dalam konteks ini, masyarakat Bali diharapkan mendapatkan manfaat dari tindakan yang lebih mengedepankan nilai-nilai positif dan membangun, daripada menggunakan cara kontroversial yang tidak dianggap memberi manfaat pada identitas Bali dan Hindu.


"Saya sama sekali tidak merasa identitas Bali dan Hindu mendapatkan manfaat dengan cara-cara kontroversial seperti ini. Kami orang Bali dididik untuk terus belajar menjalankan laku agama sebaik-baiknya, bukan mengagungkan atribut dan properti agama," pungkasnya.