Nasional

Bagaimana Cara Anak Muda Mempertahankan Jati Diri Bangsa di Tengah Era Digital?

Ahad, 10 Maret 2019 | 02:55 WIB

Jakarta, NU Online
Salah satu tantangan di era global adalah bercampurnya kebudayaan yang datang dari berbagai tempat ke dalam masyarakat Indonesia. Jika kebudayaan yang datang tersebut tidak diatur sedemikian rupa maka bisa jadi akan melunturkan budaya sopan santun, toleran, saling menghormati yang ada di  tengah masyarakat kita, terutama generasi muda sebagai salah satu kelompok paling aktif dalam era informasi digital.

Dalam kondisi demikian diperlukan penguatan pendidikan karakter, baik melalui secara konvensional maupun melalui literasi digital. Di antarannya adalah dengan mengampanyekan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta mengetengahkan nilai-nilai keagamaan yang moderat kepada masyarakat sebagai benteng dari arus globalisasi.

Dosen Politik Islam Universitas Indonesia ini Sri Yunanto mengatakan menguatkan karakter bangsa dapat dilakukan dengan memberikan pondasi pendidikan, terutama penguatan ideologi bangsa. “Itu bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman lagi tentang empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika yang bisa diberikan melalui kurikulum pendidikan dan kampanye di media sosial,” ujar Sri Yunanto.  
 
Selain Empat Pilar Kebangsaan, ideologi agama juga harus disebarkan karena agama-agama di Indonesia mempunyai misi yang sama yaitu mengajarkan kebaikan, toleransi, perdamaian, dan moderasi. Dengan memahami ideologi agama, generasi muda akan memilik saringan dalam menghadapi serangan ideologi asing.

Selanjutnya,nilai yang perlu ditanamkan adalah nilai nilai luhur bangsa seperti gotong royong, tepo seliro, toleran, saling menghormati juga harus terus diberikan. “Itu bisa sangat efektif diviralkan melalui medsos,” kata dia.

Jika ketiga hal itu dilakukan bersama, ia optimistis, generasi muda yang memiliki pemahaman yang baik mengenai Empat Pilar Kebangsaan, keagamaan yang moderat dan nilai luhur bangsa akan terhindar dari sejumlah mara bahaya era digital seperti kehilangan jati diri maupun terpapar paham transnasional yang bertentangan dengan kebangsaan.
 
“Mereka memang membaca pengetahuan baru itu, tetapi mereka pasti akan membandingkan dengan ideologi hakiki bangsa. Dengan begitu, mereka tidak akan serta merta mengikuti paham tersebut,” katanya. (Ahmad Rozali)