Nasional

Bahaya Stunting Sebabkan Gagal Tumbuh

Rab, 30 Mei 2018 | 15:15 WIB

Bahaya Stunting Sebabkan Gagal Tumbuh

Workshop Lintas Agama Cegah Stunting, Rabu (30/5) Foto: Muchlison

Jakarta, NU Online
Stunting atau gizi buruk merupakan masalah serius yang melanda Indonesia. Persoalan ini bukan saja menyangkut dunia kesehatan, melainkan erat kaitannya dengan kemiskinan, baik miskin ekonomi maupun miskin pengetahuan.

Kepala Subdit Penanggulangan Masalah Gizi Kementerian Kesehatan Marina Damajanti menyebutkan bahwa stunting dapat menyebabkan tiga 'G', yakni gagal tumbuh, gagal kembang, dan gangguan metabolisme.

Menangani korban terdampak stunting, menurutnya sangat sulit. Sebab, jika otak sudah terserang, kemungkinannya sangat kecil untuk dapat diperbaiki. Oleh karena itu, pencegahan menjadi satu jalan utama guna meminimalisir korban ke depannya. Ia menyaran pencegahan dengan pola makan dan pola asuh.

"Dapat dicegah dengan pola makan dan pola asuh," katanya saat mengisi Workshop Lintas Agama Cegah Stunting di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Rabu (30/5).

Hal ini, katanya, harus dimulai sejak janin dalam kandungan. Setelahnya, bayi harus diberi asupan terbaiknya, yakni air susu ibu (ASI). Produk apa pun, katanya, tidak ada yang dapat menyamai kandungan ASI. Hal lain adalah kontak kulit antara ibu dan sang buah hati.

Perlakuan ini sangat penting mengingat anak berada dalam usia emas, yakni dalam usia seribu hari pertama kehidupan, terhitung sejak dalam kandungan hingga bayi berusia dua tahun.

"Golden age 270 hari di dalam perut dan anak usia berusia dua tahun disebut sebagai seribu hari pertama kehidupan," ujarnya.

Lebih lanjut, Marina menguraikan bahwa stunting bukan sekadar masalah kesehatan saja. Sebab, orang yang berada dalam lingkungan itu mengetahui masa kehamilan dan keseharian tetangganya. Hal tersebut mengartikan ada peran serta masyarakat dalam pencegahan persoalan ini. Mereka bisa saling mengingatkan untuk mencegah naiknya kasusa stunting, seperti yang terjadi pada 12 provinsi di Indonesia dalam jangka waktu tiga tahun.

"Masalah stunting bukan sekadar masalah kesehatan. Yang mengetahui orang hamil itu masyarakat. Kalau ketemu, segera bawa ke Puskesmas," tegas Marina.

Ia menyebutkan bahwa dari sepuluh balita di Indonesia, tiga bayi di antaranya sudah mengalami stunting. Faktor kemiskinan yang disebutkan di atas berdampak pada asupan yang tidak teratur dan sesuai dengan semestinya karena ketidaktahuannya. Selain itu, infeksi juga menjadi faktor lain yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.

Mirisnya, masyarakat sering kali memiliki kemampuan untuk mendapatkan asupan bergizi itu. Tetapi, karena ketidaktahuannya, mereka lebih gemar mengonsumsi mie instan ketimbang ikan yang mereka dapatkan untuk kemudian mereka jual. Hal itu merupakan ceritanya saat berkunjung ke Asmat, Papua.

"Asupan karbohidrat dan protein kurang," ujarnya.

Oleh karena itu, ia kembali menegaskan bahwa persoalan stunting tidak bisa diatasi oleh satu lembaga saja, seperti pemerintah sendirian. Sektor pertanian, misalnya, harus bisa menggali potensi di lingkungan yang terdampak stunting. Pun dengan sektor atau lembaga lainnya harus dapat bersinergi mencegah merebaknya persoalan tersebut. Sebab, bonus demografi pada 2030 mendatang akan menjadi bencana bagi Indonesia jika angka stunting tetap tinggi.(Syakir NF/Kendi Setiawan)