Nasional

Beda Bangsa Arab dan Tiongkok dalam Memandang Bendera

NU Online  ·  Rabu, 24 Oktober 2018 | 02:25 WIB

Beda Bangsa Arab dan Tiongkok dalam Memandang Bendera

Ilustrasi eks-HTI (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta Fariz Alniezar mengungkapkan perihal perbedaan pemahaman orang-orang dari bangsa Arab dan Tiongkok (Cina) dalam memandang sebuah bendera.

Fariz menjelaskan, dalam kajian Gabriella Elgenius dalam buku Flag, Nation, and Symbolism in Europa disinggung beda bangsa Arab dengan Cina soal bendera.

“Jika Arab menghubungkan bendera mereka dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya, maka Cina mendasarkan diri pada filsafat warna,” terang Fariz kepada NU Online, Rabu (24/10) pagi di Jakarta.


Fariz Alniezar dalam acara Malam Puisi Mahbub Djunaidi. (Foto: Omah Aksoro)

Kajian tersebut, lanjutnya, setidaknya memiliki konteks bahwa tradisi bangsa Arab cenderung senang 'bernostalgia' dengan kejayaan masa lalu. Salah satu cara untuk 'menghadirkan' masa lalu adalah menggunakan bendera simbol kejayaan.

“Termasuk yang dilakukan HTI dengan kalimat tauhid,” jelas penulis buku Muslim Pentok Korek ini.

Dia menerangkan, kajian tentang bendera disebut dengan Veksilologi. Dalam konteks ini, sebaiknya kembali pada kerangka konseptual para ilmuwan. Sehingga kajiannya menjadi produktif, bukan klaim sepihak yang cenderung tendensius. 

“Kajiannya sekali lagi soal bendera. Jadi kalimat Tauhid yang ada di dalam bendera itu sebagai unsur, bukan pokok dan inti persoalan. Maka, membakar kalimat tauhid dengan membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid tentu berbeda,” ungkap kandidat doktor linguistik UGM Yogyakarta ini.

Menurut Fariz, kajian linguistik utamanya tentang bahasa dan kekuasaan dan bagaimana sebuah kelompok memnafaatkan 'teknologi' kata-kata menjadi penting untuk dijadikan pisau analisis dalam memandang kasus ini. (Fathoni)