Nasional

Beda Darul Islam dan Daulah Islamiyah Menurut KH Afifuddin Muhajir

Kam, 28 Februari 2019 | 16:50 WIB

Banjar, NU Online
Ulama asal Situbondo, Jawa Timur KH Afifuddin Muhajir menjelaskan perbedaan antara istilah Darul Islam dengan Daulah Islamiyah. Pembahasan tersebut mengemuka ketika para kiai membahas konsep negara, kewarganegaraan, dan hukum negara dalam Bahtsul Masail Maudluiyah Munas dan Konbes NU 2019.

“Darul Islam itu merujuk pada wilayah Islam, sedangkan Daulah Islamiyah lebih pada kekuasaan politik,” ujar Kiai Afifi, Kamis (28/2).

Selain membahas persoalan negara, forum Bahtsul Masail ini juga membahas posisi Non-Muslim dalam kehidupan berbangsan dan bernegara. Karena sebagian kelompok tetap menganggap bahwa Non-Muslim ialah kafir sehingga perlu dibahas serius.

“Kata kafir menyakiti sebagian kelompok non-Muslim yang dianggap mengandung unsur kekerasan teologis,” kata salah satu pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah KH Abdul Muqsith Ghozali.

Para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, akan tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara. Menurutnya, hal demikian menunjukkan kesetaraan status Muslim dan Non-Muslim di dalam sebuah negara.

“Dengan begitu, maka status mereka setara dengan warga negara yang lain,” terangnya.

Meskipun demikian, kesepakatan tersebut bukan berarti menghapus kata kafir. Penyebutan kafir terhadap non-Muslim di Indonesia rasanya tidak bijak. 

“Tetapi memberikan label kafir kepada warga Indonesia yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya kurang bijaksana,” kata Kiai Moqsith.

Pembahasan ini dilakukan mengingat masih adanya sebagian warga negara lain yang mempersoalkan status kewargaan yang lain. 

“(Mereka) memberikan atribusi teologis yang diskriminatif dalam tanda petik kepada sekelompok warga negara lain,” kata Kiai Moqsith. (Fathoni)