Nasional

Beredar Hoaks Komentari Puisi Sukmawati Mengatasnamakan Gus Mus

Rab, 4 April 2018 | 04:45 WIB

Jakarta, NU Online
Berita hoaks kembali membawa-bawa nama tokoh Nahdlatul Ulama. Kali ini tentang puisi karya Sukmawati Soekarnoputri yang menjadi polemik setelah video pembacaannya viral di media sosial. Di grup-grup WhatsApp dan sejumlah unggahan di media sosial lain, tersebar tulisan atas nama KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) dengan nada membela Sukmawati.

Rabu (4/4) pagi, Ienas Tsuroiya, putri mustasyar PBNU itu melalui akun Facebook pribadinya mengklarifikasi berita palsu tersebut. 

“Sebenarnya saya ngga mau menanggapi soal puisi Sukmawati itu. Lelah. Tapi pagi ini mendapat laporan dari adik saya, ada yang menulis pembelaan terhadap Sukmawati, dengan (lagi-lagi) MENCATUT nama Abah. Sekali lagi saya tegaskan, postingan yang beredar di WA itu, BUKAN tulisan Abah,” tulisnya.

Menurutnya, tulisan yang beredar itu luar biasa kacau, dipenuhi tagar di sana-sini. Menulis nama "Sukmawati" pun tak konsisten, keliru nulis "Fatmawati" berkali-kali. “Pokoknya secara kualitas, sampah banget dah. Seharusnya, begitu membaca tulisan sekacau itu, orang langsung tahu, ngga mungkin itu tulisan Abah. Well, ternyata masih banyak yang merasa perlu bertanya langsung ke Abah. Sad, indeed,” tulisnya.

Ini bukan kali pertama nama Gus Mus dilibatkan dalam polemik sebuah isu di media sosial. Pada musim kampanye pemilihan presiden 2014 lalu, nama Gus Mus juga dicatut dalam sebuah meme yang berisi dukungan terhadap salah catu calon presiden. Peristiwa mirip terjadi lagi pada musim kampanye pemilihan gubernur Jawa Tengah saat ini.

Hingga berita ini dimuat, belum ada penjelasan resmi dari KH A Mustofa Bisri terkait kontroversi puisi Sukmawati yang dibaca di gelaran pertunjukkan busana Anne Avantie beberapa waktu lalu itu. Sementara itu, sebagian kelompok tengah berusaha melaporkan putri Bung Karno tersebut atas tuduhan penodaan agama.

Merespon kasus ini, Sekretaris Jendral PBNU Helmy Faishal Zaini mengimbau kepada semua pihak untuk tenang dan tak terpancing emosi dalam menyelesaikan masalah. Ia berharap masyarakat mengedepankan prinsip tabayun (klarifikasi) sebagai bagian dari kehati-hatian dan juga agar lebih jernih melihat persoalan.

“Cukup dengan tabayyun, saya berkeyakinan tidak ada niatan dari Sukmawati untuk melecehkan Islam,” jelas Helmy.

Kendatipun demikian, Helmy Faishal juga berpendapat, hendaknya para tokoh bisa secara tepat dan lebih hati-hati ketika menggunakan kalimat atau diksi dalam berinteraksi, utamanya dalam ruang publik. Para tokoh hendaknya tidak menggunakan kalimat yang berpotensi mengganggu bangunan keindonesiaan kita. (Mahbib)