Nasional

Besok Disunnahkan Puasa Tasu’a, Ini Lafal Niatnya

Rab, 26 Juli 2023 | 10:30 WIB

Besok Disunnahkan Puasa Tasu’a, Ini Lafal Niatnya

Besok Disunnahkan Puasa Tasu’a, Ini Lafal Niatnya. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Umat Islam saat ini sudah berada di bulan Muharram 1445 H. Di bulan pertama Hijriah ini, umat Islam mendapatkan berbagai keistimewaan. Pasalnya bulan Muharram merupakan salah satu bulan mulia (asyhurul hurum). Dan esok, Kamis (27/7/2023), bulan Muharram 1445 H memasuki hari kesembilan yang dikenal dengan tasu’a. Di hari tersebut, umat Islam dianjurkan menjalankan ibadah puasa tasu’a.


Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa puasa tasu’a atau puasa pada 9 Muharram sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana ditulis dalam artikelnya di NU Online dengan judul Ini Lafal Niat Puasa Tasu'a yang dikutip pada Rabu (26/7/2023).


Rasulullah pun menegaskan bahwa ia akan menunaikan puasa tasu’a sekiranya ada umur pada tahun mendatang. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Imam Muslim yang artinya: “Dari Abdullah bin Abbas ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Kalau sekiranya aku hidup hingga tahun depan, niscaya aku kan puasa pada hari Sembilan (Muharram)’ pada riwayat Abu Bakar ia berkata, yakni ‘pada hari sepuluh (Muharam),’”


Dalam menjalankan ibadah puasa ini, umat Islam harus melakukan niat pada malam hari atau pagi harinya. Berikut lafal niat puasa Tasu‘a.


نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَّا سُوْعَاءِ لِلّٰهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.


Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah swt.” 


Dalam konteks puasa sunah Tasu‘a (9 Muharram) ini, ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin (penyebutan nama ibadahnya). Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat puasa sunah Tasu’a’ saat niat di dalam batinnya. Namun, ada sebagian ulama lain yang menyatakan bahwa tidak wajib ta’yin.


Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan bahwa semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.


Namun, jika seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan shalat tahiyyatul masjid. Sebab, tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apapun niat puasanya.