Nasional

Cara Kenali Mursyid dengan Bertanya kepada Orang Berilmu

Sel, 19 Februari 2019 | 14:00 WIB

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin mengemukakan bahwa cara untuk mengenali seorang mursyid dalam dunia tarekat, ialah dengan meminta petunjuk kepada orang-orang yang berilmu. Sebabnya, banyak mursyid yang tidak benar-benar mursyid atau tidak mampu membimbing dan membersihkan hati para muridnya.

Demikian dikemukakan Kiai Ishom menjawab pertanyaan peserta peluncuran dan bedah buku Menjadi Manusia Rohani: Meditasi-Meditasi Ibnu ‘Athaillah dalam Kitab Al-Hikam di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (18/2) malam.

Menurut Kiai Ishom, seorang mursyid, ialah guru yang ucapannya didengarkan dan diikuti serta perbuatannya diteladani oleh murid. Ia mengatakan, mursyid memiliki kemampuan untuk melihat penyakit-penyakit yang ada pada jiwa manusia, jiwa muridnya.

Oleh karena itu, sambungnya, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin menyatakan bahwa terdapat dua ilmu yang sangat penting bagi kehidupan bagi umat manusia.

Pertama, ilmu kedokteran, yakni untuk mengobati fisik atau jasmani manusia. Kedua, ilmu rohani, yaitu untuk mengobati penyakit dalam jiwa manusia. Menurutnya, tubuh dan jiwa manusia adalah keseluruhan dari manusia itu sendiri, sehingga memerlukan pengobatan-pengobatan apabila salah satu atau keduanya terjangkiti oleh penyakit.

“Mursyid tugasnya bukan mengobati penyakit yang bersifat fisik. Akan tetapi, mengobati ruhani, jiwa manusia yang terhinggapi penyakit,” ucapnya.

Baginya, mursyid tidak hanya orang yang jiwanya bersih, tetapi juga memiliki perilaku lahiriah yang baik. “Maka seorang murysid, selain kuat akidahnya, selamat keyakinannya, juga harus yang fakih, orang yang memiliki pemahaman lahiriah agama yang benar,” jelasnya.

Hal itu sebagaimana yang ia kutip dari pernyataan Imam Malik yang menyatakan bahwa Imam malik: barang siapa bertasawuf tanpa berfiqih maka dia zindiq. Barangsiapa berfiqih tanpa bertasawuf maka dia fasik. Barang siapa menggabung keduanya maka dia akan sampai pada hakikat.

“Kalau sudah terkumpul antara yang lahir dengan yang batin maka menjadi orang yang benar. Benar dalam beragama,” ucapnya.

Adapun tujuan membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang tidak layak disandang oleh seseorang, ialah untuk mendekati dzat yang maha suci dan tanpa merasa menjadi orang yang pernah suci. 

Ia melanjutkan, seseorang diharuskan mensucikan hatinya karena Allah merupakan Maha Suci dan tidak bisa didekati kecuali oleh jiwa-jiwa yang suci.

“Maka mursyid terhadap murid membimbing agar para murid menjadi salik, jalan Allah subhanahu wa ta’ala untuk dekat kepada Allah subhanahu wata’ala sedekat-dekatnya sehingga akhlaknya mulia,” jelasnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)