Nasional ANJANGSANA ISLAM NUSANTARA

Cara KH Asep Saifuddin Chalim Tanamkan Cinta Tanah Air kepada Santri

Kam, 26 Januari 2017 | 21:00 WIB

Cara KH Asep Saifuddin Chalim Tanamkan Cinta Tanah Air kepada Santri

Kiai Asep bersama tim Anjangsana Islam Nusantara.

Mojokerto, NU Online
Hari keempat kegiatan Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta, Kamis (26/1), rombongan diterima langsung oleh Pengasuh Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto, Jawa Timur KH Asep Saifuddin Chalim di komplek pesantren tersebut.

Obrolan dibuka oleh Dr Zastrouw Ngatawi. Dia mengemukakan tujuan rombongan yang berusaha memperkuat sanad keilmuan dan wawasan kebangsaan mengingat Kiai Asep begitu kuat menanamkan Aswaja kepada para santrinya selain berhasil mencetak para lulusan berkualitas global.

Obrolan bersama Kiai Asep berlangsung dalam suasana akrab. Setelah memaparkan beberapa pemikirannya, Kiai Asep mempersilakan kepada rombongan untuk berdiskusi dan saling bertukar pikiran. Pertanyaan kepada Kiai Asep di antaranya datang dari Mahrus el-Mawa, Muhammad Ulinnuha, Ali M. Abdillah, Deni Hamdani, Ahmad Ginanjar Sya'ban, dan Ayatullah.

“Setiap jamaah sholat subuh, saya tidak berhenti menyampaikan kepada para santri agar tetap menjadi dan mencintai Indonesia dengan menampakkan wajah Islam yang sejuk dan ramah,” ujar Kiai Asep yang mengemukakan bahwa setiap jamaah sholat subuh diikuti sekitar 4500 santri.

Pernyataan Kiai Asep tersebut untuk menanggapi pertanyaan dari Mahrus el-Mawa menyikapi fenomena orang Indonesia yang kuliah atau belajar di luar negeri, namun belum mempunyai pondasi keislaman yang kuat sehingga kerap kali hilang identitas keislaman dan kebangsaannya.

Hal ini sepenuhnya Kiai Asep sadari karena tidak sedikit lulusan Pesantren Amanatul Ummah yang berhasil diterima kuliah di luar negeri, di antaranya di dataran Eropa, Asia, dan Timur Tengah. 

Kiai Asep tidak memungkiri, kemajuan zaman, teknologi digital, dan hiruk-pikuk perang pemikiran (ghazwatul fikr) yang seolah difasilitasi media sosial menjadi tantangan pesantren dan Nahdlatul Ulama. Ia mendorong agar seluruh pesantren dan lembaga NU meningkatkan kualitas di segala lini agar Indonesia tetap utuh dan kuat.

“Warga NU dan santri harus menjaga Indonesia di mana pun berada. Masa depan Islam adalah model kalian (santri, warga NU, red) Islam Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah,” tegas kiai yang kini memiliki keseluruhan santri sebanyak 7600 orang tersebut. Jumlah itu terdiri dari 5600 di Pacet Mojokerto, dan 2000 di Amanatul Ummah cabang Surabaya.

Kepada rombongan Anjangsana Islam Nusantara, Kiai Asep juga memberikan penegasan bahwa pesantren sebagai ruh NU harus terus dikembangkan kualitasnya sesuai zaman. 

Ketua Umum PP Pergunu tersebut memaparkan tentang pengembangan pesantren dari sisi metode pembelajaran, peningkatan fasilitas, pengembangan aset, kemandirian dalam hal anggaran, kebersihan, kedisiplinan, penguatan keterampilan IT dan bahasa kepada santri, dan lain-lain. (Fathoni)