Nasional

Cendekia, Cermin Keluasan Ilmu dan Wawasan Santri

NU Online  ·  Selasa, 18 Oktober 2016 | 20:01 WIB

Bogor, NU Online
Dua buku hasil penelitian disertasi berjudul Pesantren, Kyai & Masa depan: Upaya Mencari Model Kaderisasi Ideal di Pesantren karya Saiful Falah dan buku Kebangkitan Santri Cendekia: Jejek Historis, Basis Sosial dan Persebarannya karya Mastuki HS dibedah di Aula Institut Ummul Quro al-Islami, Leuwiliang, Bogor, Ahad (16/10) lalu.

Bedah buku yang mengangkat tema Upaya Mencari Kaderisasi Ideal di Pesantren ini dihadiri oleh Zainul Milal Bizawie (Penulis Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad) sebagai pembanding. KH Helmy Abdul Mubin (Pengasuh PP Ummul Quro Al-Islami Bogor) dan KH Mukri Aji (Ketua MUI Kabupaten Bogor) juga turut hadir dan memberikan sambutan.

Buku “Kebangkitan Santri Cendekia” mencoba menjawab rekam jejak santri secara komprehensif. Siapa Santri Cendekia itu? Bagaimana peran mereka? Mengawali pembicaraanya, Mastuki mengatakan, buku Kebangkitan Santri Cendekia ini adalah buku akademik, termasuk buku "keras" (ilmiah) dimana penelitiannya mengambil masa-masa tahun 1980. Di tahun ini terjadi booming buku-buku pemikiran keislaman.

Mastuki menjelaskan pengertian santri yang digunakan dalam bukunya tersebut. “Istilah Santri yang saya gunakan tidak selalu identik dengan Santri di pondok Pesantren,” jelasnya. Karena sekarang banyak misalnya, orang-orang yang aktif di organisasi NU, seperti PMII, Ansor, dan lain-lain sebenarnya belum pernah belajar di Pesantren. Tapi mereka mengasosiasikan diri sebagai santri, karena aktif bersama santri lulusan pondok pesantren.

Sedangkan Santri Cendekia dalam buku itu, mempunyai pengertian santri kelas menengah yang berkesempatan mengenyam pendidikan perguruan tinggi. “Santri kelas menengah adalah Santri yang mengenyam dan lulusan pendidikan sekolah Tinggi yang kemudian menduduki jabatan publik,” jelas Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta ini.

Lebih lanjut, penulis yang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapinmas) Kementerian Agama ini menjelaskan arti dari kebangkitan santri. “Kebangkitan yang saya maksud adalah dimana alumni pesantren menyebar di pendidikan sekolah tinggi,” tuturnya. Inilah yang disebut santri kelas menengah, karena pendidikan yang mereka tempuh dan menjadi profesional di bidang masing-masing.

Capaian pendidikan tinggi menyebabkan para santri masuk dalam komunitas kelas menengah santri terpelajar. Jalur pendidikan adalah jembatan Kebangkitan Santri. Karena mereka (santri) miliki wawasan dan ilmu yang luas, inilah yang disebut Cendekia.

Sementara pembicara kedua, Saiful Falah mencoba mempresentasikan bagaimana regenerasi pesantren dari masa ke masa sehingga pesantren bisa bertahan sampai sekarang. Ia menyebutkan program penelitiannya tentang regenerasi pesantren-pesantren di Bogor.

Acara yang berlangsung dari Pukul 09.00-12.30 WIB ini dihadiri oleh sekitar 200 peserta. Terdiri dari mahasiswa Institut Ummul Quro al-Islami, para guru, dosen dan tamu undangan dari lembaga-lembaga NU dann pemerintah yang ada di Bogor. (Madan-Muid/Fathoni)