Nasional

Ciri Muslim yang Kembali Suci di Hari Fitri

Rab, 12 Mei 2021 | 14:25 WIB

Ciri Muslim yang Kembali Suci di Hari Fitri

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka, KH Maman Imanul Haq. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan Majalengka, KH Maman Imanul Haq mengingatkan pentingnya melakukan introspeksi diri apakah diri masing-masing telah menjadi lebih suci di hari yang fitri. Ia menyebut, setidaknya ada tiga ciri yang bisa dijadikan ukuran, yakni menjadi lebih suci dari dosa, lebih dekat dengan Allah, dan senang melakukan kebaikan.


Ia menjelaskan lebih rinci bahwa sifat penyucian diri dapat diaplikasikan dengan tidak bersikap iri hati, dengki, dan dendam. Sebab menurutnya selama bulan Ramadhan, umat islam diajarkan menekan sikap buruk tersebut.


Yang kedua, kata Maman, kebahagiaan dan kemenangan itu dicapai dengan dzikir yang banyak menyebut nama Allah. Hal ini sebenarnya menjadi momentum penting ketika memakai masker untuk menutup mulut, maka itu menjadi tanda bahwa tidak boleh berbohong, tidak boleh memfitnah, memprovokasi, menyebarkan hoaks, dan juga mengumbar janji yang tidak akan bisa dipenuhi.


ā€œSetelah itu ketiga yaitu melakukan shalat. Shalat itu menjadi inti utama dalam ajaran Islam di mana orang yang melakukan shalat dia akan dijauhkan dari nilai-nilai fahsya dan mungkar nilai-nilai kejelekan. Maka orang yang rajin shalat tidak akan pernah dia berani untuk mencaci maki, memfitnah saudaranya sendiri. Ia akan selalu menciptakan nilai-nilai perdamaian dan keselamatan,ā€ ungkapnya.

Ā 

Idul Fitri dan Trilogi Hubungan

ia juga menjelaskan bahwa Idul Fitri memiliki makna mengembalikan manusia pada fitrah kemanusiaan. Salah satu ciri keberhasilan menjadi manusia yang fitrah adalah dengan mengaplikasikan hubungan baik dengan sesama manusia, kepada Tuhan, dan kepada semesta alam secara lebih baik.


Anggota Komisi VIII DPR RI ini melanjutkan, momen Idul Fitri adalah momen di mana umat harus saling menguatkan dan kembali ke trilogi hubungan. pertama adalah hubungan dengan Allah atau hablun minallah, yang kedua hablun minannas hubungan dengan sesama manusia, dan yang ketiga adalah hubungan dengan alam semesta ini sendiri.


Menurutnya, orang yang menjalin hubungan dekat dengan Allah bisa dengan berpuasa dengan shalat, shalat tarawih, berdzikir, dan membaca Al-Qurā€™an. Kemudian dia juga harus memperhatikan hubungannya dengan sesama manusia, dengan melakukan sedekah, buka bersama, membayar zakat, dan memberikan kebaikan-kebaikan lain.


ā€œJadi jangan sampai ada orang yang merasa sudah dekat dengan Allah tapi nggak kenal tetangga. Jangan sampai ada orang yang merasa dirinya itu sangat paham masalah agama tapi dia mengkafirkan orang lain yang berbeda," Kata Kang Maman, sapaan karibnya, di Jakarta, Selasa (11/5)

Ā 

"Sesungguhnya kedekatan kita dengan Allah akan sangat bergantung kepada bagaimana kita dekat dengan sama manusia. Walaupun dia berbeda agama, walaupun dia berbeda keyakinan karena sesungguhnya yang kalau kita yakin bahwa Allah itu satu maka kita harus mau bersatu, kalau yakin Allah tunggal maka kita harus manunggal,ā€ imbuhnya.


Setelah itu, katanya, baru yang perlu digarisbawahi yaitu adalah hubungan dengan alam. Menurutnya, perilaku manusia yang membuang sampah sembarangan, yang menebangi hutan tanpa aturan, dan yang memberikan izin lahan kepada pengembang, justru mengabaikan fungsi dari lahan itu sendiri sebagai penahan longsor, dan lain sebagainya.


Ia mengkritik orang yang bolak-balik haji tapi masih melakukan tindak pidana korupsi sebagai orang yang belum mencapai fitrah yang hakiki. Menurutnya paradoks serupa juga terjadi pada orang yang merasa begitu rajin ke masjid tapi tidak peduli dengan selokan yang mampet yang menyebabkan terjadinya banjir.


ā€œPertama persaudaraan sesama umat manusia, kedua persaudaraan seagama, dan dan persaudaraan nilai-nilai kebangsaan, atau dalam bahasa Kiai Ahmad Siddiq, ukhuwah islamiyah sesama umat Islam, ukhuwah wathaniyah sesama sebangsa dan senegara, dan ketiga adalah ukhuwah basyariyah sesama manusia,ā€ tutur Kang Maman.

Ā 

Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin

Ā