Nasional

Dakwah Harus Beri Harapan, Bukan Mengancam

Rab, 17 Juli 2019 | 11:45 WIB

Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini tak sedikit orang yang berdakwah dengan mengancam. Dalam arti, hal yang disampaikannya banyak berupa ancaman dan minim harapan. Hal demikian justru kontraproduktif mengingat dapat membuat orang semakin pergi menjauh, tidak malah mendekat.

“Kalau siksa-siksa, ancam-ancam, kafir-kafir, orang menjauh,” kata Quraish Shihab, pakar tafsir al-Qur’an Indonesia, saat berbicara pada Halal bi Halal dan Milad ke-47 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (17/7).

Dalam dakwah, menurutnya, jangan banyak-banyak mengancam, tetapi harus memperbanyak penyampaian tentang harapan bagi mereka. “Di dalam dakwah, jangan terlalu banyak mengancam, banyaklah memberi harapan, banyaklah memberi rahmat,” katanya.

Sebab, lanjutnya, orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah Allah berikan akan tetap ingat kepada-Nya. Sebaliknya, jika orang kufur, tentu akan memutus rahmat-Nya. “Karena, kita lihat, kalau anda tidak bersyukur atas nikmat Allah anda bisa ingat Allah, tetapi kalau anda kufur sehingga menimbulkan putus asa maka anda sudah terhapus dari rahmat Allah,” jelasnya.

Oleh karena itu, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menegaskan bahwa dakwah harus disampaikan dengan penuh ramah. “Kita ingin dakwah kita itu ramah. Kita ingin mengurangi tata cara yang bisa menimbulkan antipati orang terhadap kita,” ujarnya.

Hal itu bisa dilakukan dengan banyak menyampaikan harapan-harapan dan rahmat guna melahirkan simpati, bukan antipati, terhadap pendakwah, ajaran yang didakwahkan, dan Tuhan itu sendiri. “Berikan rahmat, berikan harapan, supaya orang lebih simpati kepada anda, kepada ajaran ini, kepada Tuhan,” ucap penulis buku Tafsir al-Misbah itu.

Ia juga mengungkapkan bahwa menyampaikan kritik terhadap orang yang berbeda pandangan juga harus dengan rahmat. Bukan dengan memakinya. “Jangan memaki orang walaupun tidak setuju dengan dia. Jangan memaki. Ajaran ini bukan untuk memaki,” tegasnya.

Mengkritik pandangan orang lain yang berbeda, menurutnya, sah-sah saja. Tetapi harus dibarengi dengan rahmat dan kasih sayang. “Silakan tetapi kritik yang membangun yang penuh rahmat dan kasih sayang,” pungkasnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)