Nasional

Di Hadapan Menag Yaqut, Kiai Said Kutip Sindiran Gus Dur soal Depag

Rab, 27 Januari 2021 | 07:30 WIB

Di Hadapan Menag Yaqut, Kiai Said Kutip Sindiran Gus Dur soal Depag

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Menteri Yaqut Cholil Qoumas. (Foto: FB Yaqut Cholil Qoumas)

Jakarta, NU Online

Menteri Agama (Menag) RI H Yaqut Cholil Qoumas bersilaturahim ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Selasa (26/1) sore. Pada kesempatan itu, di hadapan Menag Yaqut, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengutip ungkapan KH Aburrahman Wahid (Gus Dur).


Departemen Agama itu seperti pasar karena semua hal ada di sana. Segala sesuatu diurus, kecuali hanya satu yang tidak diurus yakni agama. “Ini kata Gus Dur. Bukan kata saya. Tapi waktu zaman orde baru,” terang Kiai Said.


Lebih lanjut, ia menjelaskan soal perjalanan agama dari masa ke masa. Mulanya agama adalah ta’alim ilahiyah (ajaran ketuhanan), yakni nilai-nilai yang bersifat universal dan muqaddasah (sakral atau suci). Islam adalah samawiyah, agama yang bersumber dari wahyu Tuhan.


“Lama-lama menjadi akidah yaitu ideologi atau keyakinan. Kemudian turun lagi menjadi ummah (umat) atau community (kelompok). Setelah menjadi umat, lalu menjadi muassasah atau institusi seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis. Setelah itu, agama berubah menjadi at-tijarah atau komoditas,” beber Ketum PBNU asal Cirebon, 67 tahun lalu ini. 


“Jadi agama yang semula samawiyah, ilahiyah, muqaddasah, lalu menjadi tijarah, ribhun aw khasarah. Menjadi transaksi untung rugi. Mudah-mudahan NU tidak seperti itu,” sambungnya. 


Kiai Said menilai, tugas Menag Yaqut sangat berat yakni mengembalikan agama sebagai ta’alim ammah (ajaran universal), ilahiyah (ketuhanan), dan muqaddasah (sakral). Ketika agama ini turun ke bumi, maka seharusnya menjadi amanah insaniyah (amanat kemanusiaan).


“Agama ketika turun ke bumi menjadi waqi’iyah-ijtihadiyah (bersifat profan, kreativitas manusia). Agama yang sakral itu menjadi mengilhami dan menginspirasi bagi ijtihadnya para kita semua,” jelas Kiai Said.


Oleh karena itu, lanjutnya, di luar negeri tidak ada Departemen Agama. Karena yang ada adalah Kementerian Haji dan Wakaf. Sebab agama tidak layak untuk didepartemenkan karena menjadi kewajiban semua orang.


“Apa itu kewajiban semua orang. Mulai dari raja, presiden, sampai menteri-menterinya juga wajib mendakwahkan agama. Semua kementerian juga wajib memperjuangkan agama,” katanya.


Ungkapan Gus Dur yang diungkap ulang Kiai Said itu, ditanggapi santai oleh Menag Yaqut. Bahkan dengan guyon, ia mengatakan bahwa Kiai Said menyetujui ungkapan Gus Dur itu. “Karena mengulang kutipan itu berarti menyetujui,” kata Menag.


Ia mengaku, ungkapan Gus Dur yang menyatakan bahwa Kementerian Agama seperti pasar itu pun dikutip saat rapat perdana Menag Yaqut. Namun spiritnya tentu tidak untuk merendahkan, melainkan memberikan motivasi kepada seluruh jajaran Kemenag. 


“Itu saya jadikan sebagai motivasi untuk menjawab bahwa Kemenag bukan sebagaimana yang dulu (era orde baru) yang pernah dibaca Gus Dur. Kita harus mampu membuktikan bahwa Kemenag ini ada manfaatnya,” kata Yaqut. 


Manfaat pertama, jelasnya, adalah soal pelayanan keagamaan. Sebab tidak mungkin Kemenag mengurusi agama yang dianut oleh masyarakat. “Tugas yang bisa dilakukan Kemenag hanya melayani para pemeluk agama. Bukan mengurusi agama masyarakat,” tegasnya.


Menag Yaqut kemudian menjelaskan tugas kedua yang diemban Kemenag, yakni mengurusi persoalan pendidikan. Menurutnya, apabila kedua hal itu dapat dilakukan dengan baik maka pekerjaanya sebagai Menag sudah tuntas. 


“Ini menjadi penekanan betul yang saya sampaikan sebagai Menag kepada seluruh jajaran (Kemenag),” pungkasnya.


Sebagai informasi, pertemuan ini dibatasi yang hanya dilakukan oleh Pengurus Harian PBNU dengan Menag dan jajarannya. Sebelum melangsungkan pertemuan di lantai 8, terlebih dulu semua orang yang ingin hadir dilakukan tes swab antigen di lantai dasar, halaman Gedung PBNU.


Bersama dengan Menag Yaqut, hadir pula Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Sekjen Kemenag) RI Nizar Ali, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Muhammad Ali Ramdhani, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren Waryono Abdul Ghofur, dan Dirjen Bimas Islam H Kamaruddin Amin.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad