Nasional

Di Hadapan Ulama, KH Nasarudin Umar Jabarkan Makna 'Iqra' dalam Al-Qur'an

Sab, 4 Mei 2019 | 10:30 WIB

Di Hadapan Ulama, KH Nasarudin Umar Jabarkan Makna 'Iqra' dalam Al-Qur'an

KH Nasaruddin Umar (berdiri di mimbar)

Jakarta, NU Online
Mufassir Indonesia yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, KH Nasarudin Umar ikut memberikan taushiyah di Multaqo Ulama, Habaib dan Cendekiawan Muslim di Hotel Kartika Chandra di JL Gatot Subroto Kav 18 Jakarta Selatan, Jumat (3/5) semalam. 

Ia mengajak ribuan ulama yang hadir untuk kembali mengingat peristiwa proses turunya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW.

Imam besar Masjid Istiqlal itu bercerita mengapa dalam peristiwa tersebut malaikat Jibril mengulang-ulang mengucapkan 'bacalah' kepada Rasulullah SAW?  Dan Nabi Muhammad pun menjawab 'saya tidak bisa membaca' dua kali?,  Menurutnya, setelah itu barulah malaikat Jibril menyebutkan iqra bismi rabbik' dan iqra warobbukal akrom.

Untuk menjawabnya perlu menggali kembali sejarah yang terselubung dalam peristiwa mulia tersebut. Ia menuturkan, dalam catatan sejarah, Rasulullah turun ke Gua Hira saat terakhir di 'wisuda' yaitu pada bulan Ramadhan.  Kemudian, malaikat Jibril menurunkan ayat pertama hingga keempat. Tetapi 'wisuda' yang dilakukan kepada Rasulullah itu langsung pada iqra keempat.

"Tidak banyak dibahas dalam kitab kuning apa arti iqra pertama, kedua, ketiga, dan iqra keempat. Menurut hemat saya ulama yang sejati adalah ulama yang memahami sampai ke iqra yang keempat," ucapnya pada kegiatan yang dihadiri ulama sepuh KH Maimoen Zubair itu.

Ia melanjutkan, iqra pertama dimaknai how to read bagaimana membaca ayat ayat Al-Qur'an dengan baik dan benar menggunakan hukum bacaan Al-Qur'an yang disebut dengan tajwid. Jika baru bisa melafalkan tanpa mengerti apa yang dilafalkan dari ayat Qur'an maka masuk kategori iqra yang pertama termasuk seorang haafidul qur'an sekalipun.

"Iqra kedua, bagaimana memahami apa yang dibaca, dan iqra ketiga. iqra bismi robbik, how to undstand, how to relegion. Bagaimana menjiwai, meresapi bacaan itu sendiri, ada emosional and spiritual di situ yang harus aktif karena hanya iqra saja itu hanya akan melahirkan monster. Maka itu, iqra harus dengan bismi rabbik,"  tuturnya.

Mufassir yang telah memiliki banyak karya ini mengungkapkan, kalimat bismi rabbik  jika tidak dibarengi dengan kata iqra juga kaku. Sehingga memaknai ayat tersebut harus sempurna dan utuh agar mengetahui isi kandungannya.

"Iqra plus bismi rabbik jangan berhenti sampai di situ karena memang masih ada iqra keempat, iqra  warobbukal akrom, alladzi allama bilqalam, panjang ulasannya kalau ini kita jelaskan," ujarnya.

Ia menjelaskan, seharusnya ulama sejati tidak hanya memahami Al-Qur'an sebagai kitabullah tetapi memahami Al-Qur'an sebagai kalamullah. Menurutnya, keduanya memiliki perbedaan dalam memaknainya.

"Semua orang bisa mengakses, bisa memahmi Al-Qur'an sebagai Kitabullah, tetapi tidak semua orang bisa memahami Al-Qur'an sebagai kalamullah," tegas ulama yang juga Rektor salah satu Perguruan Tinggi Al-Qur'an di Jakarta ini.

Seperti diketahui, kegiatan Multaqo Ulama dihadiri ribuan ulama sepuh, habaib dan cendekiawan muslim dari seluruh Indonesia. Antara lain Mustasyar PBNU KH Maemun Zubair, Abuya KH Muhtadi, KH Nasaruddin Umar, KH Ahmad Muhtadi, TGH Turmudzi Badruddin, Nyai Sinta Nuriyah Wahid, KH Ahmad Muwafiq, KH Manarul Hidayat, KH Matin Syarkowi, KH Benyamin, KH Maimeon Ali, KH Noer Muhammad Iskandar dan ribuan kiai-habib lainnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz)