Jombang, NU Online
Usai merampungkan lawatan ke Perancis dan Belanda, tujuan terakhir pimpinan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Peterongan Jombang, Jawa Timur adalah di Spanyol. Namun kunjungan ini menyisakan kegetiran yang terasa hingga di Tanah Air.
Demikian cerita yang disampaikan HM Zulfikar As’ad kepada NU Online di kediamannya, kawasan Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang.
“Negara terakhir yang kami kunjungi setelah sepekan berada di Eropa adalah Spanyol, khususnya kawasan Andalusia,” kata Wakil Rektor Unipdu ini, Jumat (28/9).
Dalam pandangan Ketua Asosiasi Rumah Sakit Islam Nahdlatul Ulama atau Arsinu ini, tujuan muhibbah ke kawasan Kordoba atau Kordova sebagai sarana ziarah. “Terutama mengenang kejayaan Islam,” kata Gus Ufik, sapaan akrabnya.
Ketua Badan Pelaksana Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini mengemukakan bahwa saat berada di Kordoba, maka yang terasa adalah realita yang menyentuh hati. “Karena saat tiba di sana akan melihat bangunan berbentuk masjid yang sangat megah dan indah dengan segala ornamen dan kaligrafinya,” ungkapnya.
Masjid terbesar yang dibangun abad ke-8 ini masih bisa ditemukan peninggalannya di Kordoba. “Namun sekarang fungsinya beralih menjadi gereja, bagian dari keuskupan Kordoba, yang aktif digunakan untuk misa tiap harinya,” terang alumnus program doktor di Unair Srabaya ini. Dulunya, sebelum menjadi masjid, tempat ini adalah gereja Romawi bernama San Vicente Basilica, sebelum kemudian dibangun sebagai masjid, pada masa Abd al-Rahman I, tahun 985 M, lanjutnya.
Berdasarkan sejumlah literatur, awalnya masjid dibuat dengan konsep berbentuk pekarangan dan kebun, serta aula tempat ibadah dengan pilar-pilar di dalamnya. “Oleh pemimpin Islam sesudahnya, masjid ini terus mengalami perluasan sebagaimana bangunan masjid di Damaskus, Suriah,” kata Gus Ufik.
Masuk lebih ke dalam, Gus Ufik yang melakukan kunjungan bersama Ketua Yayasan Unipdu yakni HM Zaimuddin W As’ad beserta istri yang juga Direktur Pusat Studi Al-Qur’an, Hj Umi Hasunah kian takjub. “Karena kami melihat ratusan pilar yang terbuat dari batu granit dan marmer dengan beragam warna, berderet rapi,” katanya. Bahkan dalam sejumlah buku disebutkan bahwa aslinya jumlah pilar berjumlah 1.293, dan yang sekarang tersisa 856 pilar.
Namun sesuai dengan perjalanan sejarah pula, akhirnya kawasan ini dikuasai Kristen. Karena itu sebagian sisinya sudah mendapatkan penambahan dari pengaruh arsitektur Kristen. Setelah ditaklukkan oleh Raja Ferdinand III tahun 1236, bangunan direkonstruksi dengan penambahan arsitektur gotik, renaissans, dan barok.
Saking besarnya, di dalamnya terdapat banyak sekali kapel yang masih digunakan oleh sebagian pengunjung. “Mihrab masjid masih dipertahankan. Minaret tempat muazin mengumandangkan azan sebetulnya masih ada, tapi tertutup dalam bangunan menara Gereja Katedral,” kenangnya.
Karena memang bangunan Kristen, rombongan pimpinan Unipdu tidak diperbolehkan melakukan shalat di dalamnya. “Bahkan tepat di tengah bangunan dimanfaatkan sebagai gereja,” sergahnya.
Demikian juga dengan istana Al-Hambra yang begitu luas dan sangat indah. “Itu menggambarkan betapa hebatnya Islam ketika abad itu,” ungkap Gus Ufik.
Bagi kaum Muslimin, Spanyol adalah pusat peradaban yang amat maju dan menjadi kiblat ilmu pengetahuan serta sains. Pemimpinnya sangat disegani dan termasyhur ke seluruh penjuru dunia.
Di Spanyol inilah negeri bernama Andalusia, atau yang dalam bahasa Arabnya disebut Al-Andalus berada. Ini adalah kawasan yang pernah menjadi wilayah kekuasaan Islam di bawah kepemimpinan Bani Umayyah, pada abad ke-8 di Semenanjung Iberia, Spanyol.
Yang pernah ke Kordoba dan istana Al-Hambra, tentu akan pulang dengan membawa luka. “Terasa menyayat hati,” pungkas Gus Ufik. (Ibnu Nawawi)