Jakarta, NU Online
Cornelius Ariyanto Wibisono ketika mulaai bersentuhan dengan Islam, mengalami masa-masa yang tidak mudah. Bukan saja karena ia harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan dan komunitas lamanya, bahkan is harus siap dijauhi orang-orsng dekatnya.
Tantangan terbesar yang ia hadapi justru gelombang islamophobia yang menghantam agama samawi pamungkas ini. Bahkan, ketika ia mempertimbangkan convert menjadi Muslim dua tahun lalu, Islam Indonesia yang sejak dahulu terkenal ramah, sudah terjangkiti oleh wabah Islam-marah. Sebuah wabah yang berhasil meluluh-lantakkan peradaban-peradaban luhur Islam di banyak negara di Timur Tengah hingga Afrika.
Sosok yang kini menjadi Direktur Pengembangan Bisnis Liga Santri Nusantara itu mengalami kegamangan yang luar biasa. "Apakah benar yang datang pada hati saya adalah cahaya yang sejati. Bukankah Islam di mana-mana rusuh, kisruh, perang dan meninggalkan jejak kekacauan di belahan bumi?" gumam pergulatan batin Ary saat itu.
Tetapi fenomena islamophobia tidak lantas mematikan cahaya hidayahnya. Dengan tekun ia berproses. "Persinggungan saya dengan kawan-kawan buruh yang kena program PHK telah melembutkan hati saya. Sebagai menejemen perusahaan, saya berbalik mendukung para buruh itu. Belakangan saya tahu mereka adalah anggota serikat buruh yang berafiliasi ke NU," terang Ary.
Lebih lanjut Ary menjelaskan, "Yang saya pahami saat itu adalah sesuatu yang baru. Buruh-buruh ini bukan saja sedang melakukan apa yang disebut Karl Marx sebagai perjuangan kelas, mereka juga sedang mempertaruhkan keyakinannya bahwa mereka berada di sisi yang benar dan karenanya membuat mereka gigih berjuang. Kerasnya perjuangan mereka hingga kasus ini menjadi perhatian nasional. Saya salut pada buruh-buruh NU ini, mereka tidak mau mundur sejengkal pun dari perjuangannya."
Ariyanto Wibisono dalam perjalanannya kemudian tercatat sebagai pengurus teras di salah satu federasi dari Konfederasi Sarbumusi NU. Semoga terus berjuang Pak Ary! (Ali/Abdullah Alawi)