Nasional

Doa dengan Asmaul Husna, Ini Dalilnya

Rab, 3 Mei 2023 | 22:06 WIB

Doa dengan Asmaul Husna, Ini Dalilnya

Doa dengan Asmaul Husna, Ini Dalilnya. (Foto Ilustrasi: Freepik/NU Online)

Jakarta, NU Online 
Umat Islam diperintahkan untuk berdoa kepada Allah swt. Doa menjadi penanda bentuk penghambaan manusia. Dalam memanjatkan doa itu, umat Islam dianjurkan untuk menambahkan lafal-lafal Asmaul Husna.


Redaktur Eksekutif NU Online Mahbib Khoiron menulis bahwa Asmaul Husna memiliki keistimewaan-keistimewaan, salah satunya sebagai doa. Hal ini sebagaimana dilansir NU Online dalam tulisan berjudul 99 Asmaul Husna dan Artinya.


Anjuran Asmaul Husna sebagai doa ini termaktub salam surat al-A'raf ayat 180. 


وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا، وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ، سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ   


Artinya, “Allah memiliki Asmaul Husna maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna (nama-nama terbaik) itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-Araf : 180).


Oleh karena itu, Mahbib menegaskan bahwa tidak heran bila lafal doa yang kerap dijumpai nyaris selalu menyertakan satu atau lebih nama Allah yang terdapat dalam 99 Asmaul Husna, seperti Yâ Raḫmân, Yâ Karîm, Yâ Razzâq, Yâ Fattâḫ, dan lain sebagainya.


Bahkan sebagian ulama secara khusus menyusun doa yang mereka beri nama Du‘â al-Asmâ al-Ḫusna (Doa Asmaul Husna). Sebagian lagi menyusun nadham atau syair yang berisi seluruh nama-nama agung itu. Baik doa maupun nadham, susunan redaksinya bisa berbeda-beda, mengikuti ijtihad para ulama dalam merangkai untaian pujian dan doa.


Selain sebagai doa, Asmaul Husna juga menjadi wirid atau amalan rutin para ulama sejak zaman dulu karena keutamaan dan rahasia di dalamnya. Asmaul Husna diyakini sebagai media (tawasul) paling manjur dalam membuka berbagai pintu kebahagiaan secara lahir maupun batin.


Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani dalam kitab Abwabul Faraj (1971: 132), menyebut bahwa sebagian ulama salaf setiap ba'da shalat Maghrib memiliki rutinitas bersama teman-temannya membaca surat Yasin, dilanjut melantunkan Asmaul Husna, doa Asmaul Husna, lalu memohon sesuatu kepada Allah.


Sementara itu, ulama besar tasawuf Al-Azhar kelahiran Sudan, Syekh Shalih al-Ja'fari bercerita bahwa melantunkan Asmaul Husna merupakan salah satu wirid tarekat guru beliau. Bahkan alam raya dan seisinya diyakini sebagai manifestasi nama-nama Allah.


Tak pelak, siapa saja yang memanjatkan doa dengan Asmaul Husna, ia tak ubahnya sedang menarik seluruh kebaikan datang kepadanya, dan membentengi dirinya dari berbagai ancaman keburukan.


Ketika seseorang, misalnya, melantunkan Yâ Raḫmân (wahai Yang Maha Penyayang) maka sesungguhnya ia sedang memohon limpahan kasih sayang atau rahmat dari Allah; saat membaca Yâ Lathîf (wahai Yang Maha lembut) maka sejatinya ia sedang memohon kelembutan; kala membaca Yâ Ghafûr (wahai Yang Maha Pengampun) maka sama halnya ia tengah meminta ampunan; ketika melantunkan Yâ Razzâq (wahai Yang Maha Pemberi rezeki) maka tak ubahnya ia sedang menarik rezeki datang menghampirinya, dan begitu seterusnya (Sayyid Muhammad al-Maliki, Abwabul Faraj, 1971: 132).


Oleh karena itu, bagi Syekh Shalih al-Ja'fari, Asmaul Husna bukan sekadar deretan nama-nama agung yang “hanya” bisa menjadi media atau tawasul untuk doa-doa. Asmaul Husna di mata ulama tersebut sudah mengandung doa itu sendiri, bahkan lebih luas. 


Seseorang secara tidak langsung sedang berusaha menyerap limpahan kebaikan dan menyingkirkan keburukan-keburukan saat melantunkan Asmaul Husna, sesuai dengan masing-masing makna dari nama-nama yang disebut. 


Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin