Nasional

Gara-gara Hizib, Wasekjen PBNU Dapat Gelar Doktor di UI

Sab, 7 Januari 2017 | 07:04 WIB

Jakarta, NU Online
Wasekjen PBNU H Ulil Abshar Hadrawi akan memasuki upacara promosi doktoralnya di Fakultas Ilmu Budaya, Kampus UI, Depok, Senin (9/1). Pada sidang promosi ini ia akan mempertahankan disertasinya yang membahas enam hizib karya Syekh As-Syadzili.

Ia mempertahankan disertasinya yang berjudul Makna dan Fungsi Hizib di Pesantren, Analisis Teks dan Konteks atas Hizib Karya As-Syadzili. Dalam mengerjakan disertasinya, ia didampingi oleh promotor Dr Muhammad Luthfi serta kopromotor Prof Dr Sapardi Djoko Damono dan Tommy Christomy Ph D.

H Ulil mengambil pendekatan struktural dalam menganalisa sejumlah teks hizib karya Syekh As-Syadzili. “Saya menggunakan antara lain jinâs untuk melihat munajat-munajat Syekh As-Syadzili,” katanya kepada NU Online, Jumat (6/1) pagi.

Jinas merupakan salah satu bab dalam Badi‘, salah satu cabang ilmu Balaghah yang digunakan untuk menganalisa teks-teks sastra secara formal terutama untuk menggali unsur estetik teks tersebut.

Terkait analisa konteks, salah seorang pengajar Sastra Arab di UIN Syarif Hidayatullah ini meneliti proses pemaknaan hizib di sejumlah pesantren. Dari riset lapangannya itu ia menyimpulkan bahwa makna hizib di tangan para kiai pesantren terpecah menjadi tiga.

Pesantren tarekat, kata H Ulil, memaknai hizib sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa pamrih. Pesantren hikmah menggunakan hizib sebagai jimat atau mantra untuk kepentingan pengobatan seperti menenangkan anak kecil yang rewel dan kepentingan lainnya. Sementara pesantren modern melarang para santri untuk mengamalkannya meskipun para kiainya sendiri mengamalkan hizib tersebut.

“Tetapi bagaimanapun teks hizib di tangan pesantren bisa dianalisa dengan pendekatan Performance Studies, sebuah kajian ‘seni’ pertunjukan yang kaya dengan makna-makna kultural,” tandas H Ulil. (Alhafiz K)