Nasional

Gelar Haji di Indonesia Produk Belanda?

Kam, 15 Mei 2014 | 04:01 WIB

Kudus, NU Online
Penyematan gelar “haji” di Indonesia kepada warga yang telah menunaikan ibadah haji menjadi hal yang sangat lazim. Fenomena ini berlangsung secara turun-temurun sejak lama dan menyatu dalam kehidupan masyarakat kebanyakan sebagai sesuatu yang lumrah.
<>
Sejauh kisah tentang ibadah haji pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, tak sekali pun mengisyaratkan penahbisan gelar “haji” kepada yang bersangkutan. Darimana budaya pemberian gelar tersebut berasal?

“Gelar Haji yang hanya berlaku di kalangan bangsa kita ini sejatinya merupakan bentuk identifikasi orang Belanda saja,” terang Joko Prihatmoko, peneliti muda NU, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Senin (12/5), di Kudus, Jawa Tengah.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Indonesia (LPPI) ini, ibadah haji menyebabkan para pelaksananya mempunyai nyali untuk memberontak pada kolonial Belanda.

Kerenanya, setiap warga pribumi yang pulang dari Makkah kemudian diwaspadai. Salah satu bentuk kewaspadaan itu dengan mengidentifikasi mereka.

“Belanda mengidentifikasi dengan gelar tersebut, bahwa orang yang datang lagi ke Indonesia setelah pergi haji, maka dipastikan akan melawan Belanda. Hal ini bisa dilacak dari para pejuang yang ternyata memang banyak bergelar Haji, seperti H. Hasyim Asy’ari, H. Agus Salim, H. Ahmad Dahlan, dan yang lain,” tegasnya. (Istahiyyah/Mahbib)