Nasional

GP Ansor Kecam Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China

Kam, 7 Mei 2020 | 06:45 WIB

GP Ansor Kecam Perbudakan ABK Indonesia di Kapal China

GP Ansor akan memberikan pendampingan hukum melalui LBH Ansor untuk 14 ABK dan ahli warisnya yang gugur dalam tugas. (Foto: NU Online/Wasdiun)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda  Ansor mengecam dugaan kasus human trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap 18 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Kapal China bernama Longxing. Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyebut kasus tersebut sebagai bentuk perbudakan modern.

“Tragedi kemanusiaan yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut adalah bentuk-bentuk perbudakan modern (modern slavery) dan diduga keras telah terjadi TPPO. Hal ini tampak jelas dari cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” kata Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (7/5).

Gus Yaqut menyesalkan terjadinya tragedi kemanusiaan dan pelanggaran serius hak-hak buruh ini. Gus Yaqut mengatakan bahwa GP Ansor akan memberikan pendampingan hukum melalui LBH Ansor, dan bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk mengupayakan perlindungan terbaik kepada ke-14 ABK dan ahli waris dari 4 ABK yang gugur dalam tugas.

GP Ansor, kata Gus Yaqut, menuntut Dalian, perusahaan yang mempekerjakan para ABK tersebut untuk meminta maaf secara terbuka kepada korban dan masyarakat Indonesia, serta memenuhi hak-hak pekerja sepenuhnya dan mengganti semua akibat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan kepada ABK dan para ahli warisnya. 

GP Ansor juga meminta Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan maksimal kepada 14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air. Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan hak-hak ke-4 ABK yang meninggal dunia secara maksimal untuk diterimakan kepada ahli warisnya. Selain itu, Gus Yaqut meminta Pemerintah Indonesia untuk memperkuat perlindungan kepada ABK dan pekerja rentan lainnya. 

“Salah satunya dengan segera meratifikasi instrumen internasional seperti Konvensi ILO No. 188 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing),” kata Gus Yaqut.

Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti melalui akun twitternya menyatakan bahwa Ilegal Unreported Unregulated Fishing (IUUF) harus dihentikan karena terjadi pelanggaran, yakni mengambil sumber daya ikan yang ada.

“Itulah kenapa Ilegal Unreported Unregulated Fishing harus dihentikan. Ingat dulu kasus Benjina ?” kata Susi.

Susi menjelaskan, IUUF adalah kejahatan lintas negara yang dilakukan di beberapa wilayah laut di beberapa negara oleh kru, ABK dari beberapa negara yang hasil tangkapannya dijual ke beberapa negara.

“(Ini) melanggar hukum banyak negara,” kata Susi.

Susi menyatakan bahwa dari aktivitas IUUF menimbulkan beberapa pelanggaran, seperti kedaulatan wilayah dan sumber daya kelautan perikanan sebuah negara, penyelundupan segala komoditi bukan hanya ikan yang dicuri, tetapi juga satwa-satwa langka, narkoba dan kejahatan kemanusiaan atau perbudakan modern.

“(Ini semua) kejahatan yang sangat lengkap dan jahat luarbiasa,” ucapnya.

Sebelumnya, sejumlah WNI diduga menjadi korban perbudakan di kapal milik China. WNI tersebut dipaksa mulai dari bekerja berdiri selama 30 jam, meminum air laut yang disuling hingga diperlakukan dengan buruk selama bekerja. Bahkan, sebagian dari mereka hanya dibayar Rp 1,8 juta untuk 13 bulan.
 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Alhafiz Kurniawan