Nasional

Gus Baha: Nasab Bukan untuk Gagah-gagahan tapi Sarana Mengontrol Diri

Rab, 2 Agustus 2023 | 06:00 WIB

Gus Baha: Nasab Bukan untuk Gagah-gagahan tapi Sarana Mengontrol Diri

Jamaah menyimak dari layar lebar pengajian Gus Baha dalam rangka haul Kiai Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah Kamis (27/7/2023) (Foto: Islamic Center Masjid Kajen)

Pati, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Bahaudin Nur Salim (Gus Baha) menegaskan agar nasab atau jalur keturunan janganlah untuk gagah-gagahan. Nasab yang baik menurutnya agar dapat dijadikan sarana mengontrol diri. 


Mengisi pengajian umum dalam rangka haul Kiai Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah Kamis (27/7/2023), Gus Baha menggambarkan, "Kalau direnungkan, masak keturunan seorang wali yakni Mbah Ahmad Mutamakkin malah dugem ataupun bodoh. Bukankah itu sangat tidak pantas?"


Sebagaimana dalam tayangan Takhtimul Quran Binnadhor Tahlil Haul & Mauidhoh Hasanah Haul Mbah Ahmad Mutamakkin Kajen 1445H diakses Senin (31/7/2023), Gus Baha menyebutkan nasab itu penting, dengan mengingat nasab orang jadi menjauhi akhlak yang tidak terpuji.


Nabi-nabi terdahulu, kata Gus Baha, juga menyebut atau bangga akan nasabnya, tetapi secara perilaku para nabi juga meniru atau mengikuti leluhurnya. "Yang repot sekarang itu bangga dengan nasab tapi tidak mau meniru atau mencontoh (hal-hal baik) leluhurnya," ungkapnya.


Sebelumnya pada kesempatan tersebut Gus Baha menegaskan betapa penting betapa penting sorang Muslim menguasai ilmu fiqih, Gus Baha bahkan mengatakan jika dirinya diberikan pilihan oleh Allah antara memliki kemampuan untuk terbang atau mampu mengajar kitab Taqrib, ia akan memilih bisa mengajar kitab Taqrib.

 

"Umpamanya saya bisa terbang, yang menyaksikan mungkin beberapa orang saja. Dan saat beberapa saksi tersebut menceritakan kisah tersebut ke orang lain, belum tentu dipercaya. Berbeda kalau saya mengajar Taqrib, nanti ada orang yang sujud kepada Allah, orang jadi bisa shalat secara benar, zakat dengan benar, dan itu karena jasa saya mengajarkan Taqrib," jelas Gus Baha beralasan.


Mengaplikasikan teladan Mbah Mutamakkin di era kini

Seorang jamaah warga Kajen, Muhammad Zaenuri mengatakan bahwa ia sepakat bila orang juga harus alim atau pandai. Selain itu juga perlu meneladani ajaran Mbah Ahmad Mutamakkin, karena Mbah Mutamakkin adalah pusaka Kajen.


"Yang pertama kita harus tau sejarah beliau dan ajarannya kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari," kata Zaenuri.


Ia mengatakan, saat ini tantangan zaman sudah beda, jadi harus ada pembaharuan atau reinterpretasi terkait teladan atau ajaran Mbah Ahmad Mutamakkin.


"Jangan sampai kita saklek atau jumud mengambil ibrah dari Mbah Ahmad Mutamakkin. Contoh kecilnya, bagaimana supaya kotak amal hasil orang-orang ziarah di pesarean Mbah Ahmad Mutamakkin imbasnya bisa dirasakan masyarakat sekitar, apalagi yang kurang mampu. Mungkin bisa dibuat usaha yang kemudian hasilnya untuk kesejahteraan dan kemajuan bersama," imbuh pria yang sehari-hari mengajar di Mathole’ ini.


Dalam buku Dakwah Aswaja An-Nahdliyah Syaikh Ahmad Mutamakkin karya Jamal Makmur Asmani menyebutkan bahwa Mbah Ahmad Mutamakkin adalah tokoh sentral penyebaran dan perkembangan Islam di Kajen dan sekitarnya. Keberadaan Desa Kajen sebagai pusat pendidikan Islam di Pati khususnya dan Jawa pada umumnya adalah berkah perjuangan Mbah Ahmad Mutamakkin. Ajaran Mbah Mutamakkin adalah ajaran yang dikaji dan diamalkan para santri pada umumnya yang meliputi akidah, syariah, dan tasawuf. 


Mbah Ahmad Mutamakkin sempat menjadi sosok kontroversial ketika menjalani persidangan di Kartosuro. Hal ini tidak terlepas dari ajaran tasawufnya yang diintegrasikan dalam Serat Dewa Ruci yang terkesan menabrak syariat. Ketib Anom menuduh Mbah Mutamakkin menyebarkan ajaran sesat yang bertentangan dengan syariat, khususnya ajaran manunggaling kawulo gusti yang ada dalam Serat Dewa Ruci.


Hal ini adalah kesalahpahaman sejarah yang dibuat-buat  yang muncul dari kepentingan politik orang-orang yang khawatir kewibawaannya menurun setelah Mbah Ahmad Mutamakkin mempunyai pengikut usai menyampaikan dakwahnya kepada para santri dan masyarakat umum.


"Fakta sejarah membuktikan Mbah Mutamakkin bebas dari tuduhan sepihak Ketip Anom dan justru Mbah Mutamakkin yang menang, karena sang raja, Susuhunan Amangkurat IV mau dibaiat menjadi muridnya dan menghayati ajaran-ajarannya," tulis Jamal Makmur Asmani dalam bukunya.

 

Mbah Ahmad Mutamakkin hidup pada abad 16-17 Masehi. Ia menjadi salah satu tokoh penyebar agama Islam di Jawa setelah era Walisongo. Ia menjadi legenda Kajen dan sekitarnya. Selain itu, Mbah Mutamakkin dipercaya masih keturunan dengan Raja Muslim yang bernama Jaka Tingkir dan Raja Majapahit Brawijaya VI. Itu artinya Mbah Mutamakkin secara nasab masih tersambung dengan Nabi Muhammad saw.


Sebagian besar Kiai-Kiai Kajen merupakan keturunan Mbah Mutamakkin seperti Mbah Mahfudh Salam, Mbah Abdullah Zen Salam, Mbah Sahal Mahfudh dan masih banyak lagi. 


Adapun rangkaian acara Haul Mbah Ahmad Mutamakin ​​​​​​​ dimulai pada Senin Legi (24 Juli 2023) hingga Jumat Kliwon (28 Juli 2023)  atau tanggal 6-10 Muharram dengan diakhiri manaqib penutup pada malam harinya.