Nasional

Gus Ghofur: Santri Berkarakter Tetap Baik saat Jadi Politisi atau Birokrat

Sen, 16 Oktober 2017 | 15:04 WIB

Brebes, NU Online
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar Sarang Rembang, KH Abdul Ghofur Maimun Zubair menegaskan, pesantren yang sarat dengan pendidikan karakter mencetak santri berkarakter. Tetapi, banyak yang luntur ketika masuk ke dunia politik maupun birokrat. Kelunturan itu menunjukan kalau santri tersebut belum matang, alias tidak menyerap karakteristik pesantren atau berkarakter jelek.

“Santri yang baik, ketika jadi politisi maupun birokrasi memegang teguh karakter santri,” ujar Gus Ghofur saat memaparkan makalahnya pada halaqah alim ulama Jateng di Pesantren Al-Ishlah Assalafiyah 2 Luwungragi, Bulakamba, Brebes, Jumat (13/10) sore.

Karakter yang baik juga ditunjukan dengan kedisiplinan yang tinggi, yang dibedakan antara disiplin internal dan disiplin eksternal.

Disiplin internal, terdorong dari dalam diri manusia itu sendiri karena hasil pendidikan yang penuh kasih sayang dan itu diterapkan di berbagai pondok pesantren salaf. Tetapi disiplin eksternal tercipta karena ancaman dan hukuman.

Ancaman dan hukuman cepat merubah seseorang menjadi disiplin tapi semu, karena dalam waktu yang singkat akan luntur bahkan hilang kedisiplinan tersebut. Tetapi kalau disiplin internal terbangun cukup lama, berbulan bulan bahkan bertahun-tahun tetapi akan bertahan lama dan membekas sehingga benar-benar terpatri ke dalam dada.

Menjadi bupati yang berkarakter akan berlanjut hingga periode berikutnya bahkan bisa meningkat menjadi gubernur bahkan meningkat menjadi presiden. “Jatuhnya peradaban, karena jatuhnya karakter dan karakter berada pada titik-titik pemegang kekuasaan maupun rakyatnya,” ujarnya.

Isilah dunia politik dan birokrasi dengan orang-orang baik ke dalam struktur dan itu dimiliki para santri. “Karakter santri tidak hanya untuk santri itu sendiri, tetapi juga untuk bangsa dan Negara. Jadi sah-sah saja, ketika santri berada di panggung politik maupun birokrasi,” tandasnya.

Mantan Menteri ESDM Sudirman Said yang juga mengisi halaqah menyatakan kekagumannya dengan pesantren termasuk pengelolanya. Sudirman melihat ada kekuatan berkhidmat dalam mengelola pesantren yang pantang menyerah. Dia kagum dengan beraneka ragam pesantren di Indonesia yang hanya memiliki puluhan santri hingga ribuan santri tetapi tetap berjalan. Bahkan ada juga yang hanya memiliki beberapa meter petak sawah dan bilik juga berjalan.

Namun dari balik kesederhanaan para santri, ketika berada di panggung sangat piawai dalam menjalankan roda politik maupun birokrasi. “Santri memang berkarakter,” tandasnya.

Ketua Panitia Halaqah Ulama Jateng KH Maufur Idrus menjelaskan, halaqah digelar dalam rangkaian hari santri nasional. Diikuti perwakilan ulama dari 35 Kabupaten dan Kota Se Jateng. Halaqoh mengusung tema Peran Pesantren dalam Penguatan Pendidikan Karakter Bangsa. (Wasdiun/Alhafiz K)