Nasional

Gus Yusuf: Islam Datang Menata Kebudayaan, Bukan Menghancurkan

Rab, 26 Oktober 2016 | 00:00 WIB

Kendal, NU Online
Ketika Nabi Muhammad pertama kali menginjakkan kaki di kota Mekkah, Ka’bah sudah ada di sana, bahkan ritual mengitari ka’bah atau thowaf pun juga dilakukan oleh masyarakat jahiliyyah dulu, tetapi mereka mengitari ka’bah untuk menyembah patung-patung yang dipajang di sekitarnya. 

Demikian disampaikan KH M. Yusuf Chudhori atau akrab disapa Gus Yusuf ketika menyampaikan pengajian dalam rangka Haflah Khotmil Qur’an Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Istiqomah, Weleri, Kendal, Jawa Tengah, Selasa (25/10) pagi.

Lalu Nabi melakukan pendekatan kebudayaan ketika mendakwahkan Islam di sana, Nabi tidak menghancurkan ka’bah, akan tetapi mengubah orientasi peribadatannya, yang semula tertuju pada patung, lalu diubah memusatkan ibadah kepada Allah Ta’ala. 

Thowaf pun kemudian dilaksanakan dengan membaca talbiyah. Itu merupakan salah satu wujud bahwa Islam datang bukan untuk menghancurkan kebudayaan, tetapi justru menata dan membangun kebudayaan.

Lebih lanjut, Pengasuh Pondok API Tegalrejo Magelang tersebut menghimbau para hadirin agar memilih pesantren yang jelas aqidah kiainya.

“Orang tua harus berhati-hati memasukkan anaknya ke pesantren yang mana, paling tidak harus jelas kiainya siapa, akidahnya, kesehariannya. Kalau bisa lagi, cari yang cetho (jelas) NU nya, itu pasti aman dari paham radikal dan terorisme,” paparnya, 

Gus Yusuf mengatakan bahwa melihat akidah pimpinan pondok pesantren adalah hal yang penting, paling tidak kriteria ke-NU-an tertanam di sana sebagai bentuk pesantren yang tidak hanya mempelajari agama tapi juga mengajarkan rasa nasionalisme. 

Sebab, tuturnya, NU memiliki andil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan bersama dengan komponen bangsa yang lain. Sehingga Indonesia ini di mata orang NU adalah warisan para ulama yang harus dijaga.

Ketika menyinggung tentang kewajiban menuntut ilmu agama kepada seseorang, beliau juga mewanti-wanti para hadirin untuk tidak mudah terkecoh dengan jubah dan sorban yang dipakai seseorang.

“Kanjeng Nabi dulu memang jubahan, sorbanan, tapi tunggu dulu, musuh-musuh Nabi juga pakai jubah dan sorban. Abu Jahal Abu Lahab dulu juga pakai sorban dan jubah. Maka kita lihat akhlaknya dulu, kesehariannya. Nabi adalah sosok yang murah senyum, tutur bahasanya menyejukkan, tidak pernah menakut-nakuti orang,” tuturnya.

Di hadapan ratusan hadirin yang berkumpul di halaman pondok pesantren pimpinan KH Aly Sodiqun tersebut, Gus Yusuf memberi pujian kepada para orang tua yang memondokkan anaknya di pesantren. 

Menurutnya, di jaman seperti saat ini, bisa diibaratkan dengan kondisi umat Nabi Nuh yang terkena banjir bandang, bedanya hanya terletak pada bentuknya. Kalau umat nabi Nuh dihadapkan banjir air, maka umat saat ini dibanjiri kemaksiatan.

“Maka perahu Nabi Nuh saat ini adalah pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah yang ada di pelosok negeri, perahu inilah yang akan menyelamatkan generasi muda kita dari banjir kemaksiatan yang merajalela,” pungkasnya. (Amar Alfikar/Fathoni)