Nasional

Gusdurian Bergerak Tanpa Mengejar Kekuasaan dan Penghargaan

Rab, 9 Desember 2020 | 06:00 WIB

Gusdurian Bergerak Tanpa Mengejar Kekuasaan dan Penghargaan

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Jaringan Gusdurian sudah terbentuk sejak sepuluh tahun lalu. Sekitar satu tahun pasca wafatnya KH Abdurrahman Wahid, para murid dan sahabat Gus Dur berkumpul membentuk wadah untuk bisa melanjutkan keteladanan sang guru bangsa itu.


“Pada waktu itu saya tidak pernah membayangkan, suatu ketika nanti saya bisa berdiri bersama ribuan Gusdurian menerima penghargaan-penghargaan,” kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid dalam orasi kebangsaan pada pembukaan Temu Nasional (Tunas) Gusdurian 2020 secara virtual, Senin lalu.


Ia pun tidak pernah menyangka, kelak Gusdurian terpilih untuk menerima anugerah Asia Democracy and Human Right Award atau penghargaan demokrasi dan HAM se-Asia pada 2018, dari sebuah organisasi yang sangat dihormati dalam isu HAM dan Demokrasi di Asia, Taiwan Foundation for Democracy.


Selain itu, Alissa juga tidak membayangkan bahwa suatu saat nanti Gusdurian akan menjadi salah satu penerima anugerah Revolusi Mental pada 2019, dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Penghargaan itu diberikan lantaran Gusdurian senantiasa turut serta dalam memperjuangkan kemanusiaan dan keadilan.


“(Padahal) sampai sekarang, kita saja masih suka bingung apa yang disebut sebagai revolusi mental di Indonesia. Maka ketika Gusdurtian terpilih menjadi salah satu penerima anugerah revolusi mental, kita menyadari bahwa Gusdurian tidak bergerak karena ingin menerima penghargaan,” sambung Alissa.


Terakhir, ia menerima penghargaan People of the Year 2020 kategori Best Social Media Movement dari Metro TV, beberapa waktu lalu. Alissa menegaskan, penghargaan tersebut adalah untuk Jaringan Gusdurian.


“Saya hanya pendirinya bersama para senior Gusdurian yang lain. Memang yang disebut sebagai People of the Year dari gerakan, tetapi saya tidak mungkin bisa menerima penghargaan itu kalau tidak karena kerja-kerja teman-teman Gusdurian,” tutur putri sulung Gus Dur ini.


“(Tapi) kita melakukan kerja-kerja selama ini bukan untuk mendapatkan penghargaan. Kunci keberhasilan Gusdurian adalah bekerja tanpa memikirkan penghargaan. Sebab kita memang tidak bekerja untuk mendapatkan penghargaan ini,” lanjutnya.


Alissa menambahkan, Gusdurian tidak pernah pula bekerja untuk mendapatkan kekuasaan atau penghargaan finansial. Namun pihaknya hanya bekerja untuk cita-cita bersama dengan berhimpun di dalam sebuah jaringan yang kian membesar.


Dalam kondisi pandemi, katanya, Jaringan Gusdurian Indonesia melalui Gusdurian Peduli sudah membuktikan untuk tidak berhenti berkhidmah untuk melayani umat. Sembako-sembako diberikan kepada masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sangat menyulitkan.


Menurut Alissa, perjalanan Jaringan Gusdurian selama sepuluh tahun belakangan ini bukan perjalanan yang pendek. Begitu banyak hal yang telaah dilalui dan membuktikan bahwa Gusdurian bisa bergerak bersama untuk menjaga cita-cita, komitmen, tekad, dan keteguhan diri.


“Ingat, Gusdurian adalah jaringan untuk mereka yang berjuang untuk bangsa. Gusdurian bukan jaringan untuk memuja Gus Dur, bukan untuk mencari kekuasaan, apalagi untuk mendapatkan uang dan kemuliaan duniawi yang semu,” tegasnya.


Gusdurian bukan kelompok yang sangat mengidolakan Gus Dur sampai-sampai mengagungkan gambar presiden keempat RI itu di baliho. Bukan pula kelompok yang silau dengan kekuasaan. Menurutnya, sangat mudah bagi banyak orang untuk datang dan memanfaatkan Jaringan Gusdurian.


“Kita bukan kelompok yang silau untuk mengejar itu. Berkali-kali kita ditawari untuk terlibat dalam kontestasi kekuasaan, dan berkali-kali pula kita dengan santun menjawab bahwa komitmen kita di dalam Gusdurian adalah gerakan non-politik praktis,” jelas Alissa.


“Kita juga tidak pernah berpikir, Gusdurian menjadi jaringan untuk orang-orang yang ingin mendapatkan akses kekuasaan hanya untuk merampok uang rakyat, demi parpol atau demi mengejar diskonan merk mewah di luar negeri. Kita bukan kelompok yang seperti itu,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad