Nasional

Gusdurian Terus Perjuangkan Keadilan untuk Perempuan, Anak, dan Keluarga

Ahad, 20 Desember 2020 | 04:03 WIB

Gusdurian Terus Perjuangkan Keadilan untuk Perempuan, Anak, dan Keluarga

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Poin terakhir dalam sembilan rekomendasi Gusdurian untuk Indonesia, yang dihasilkan setelah melakukan pertemuan nasional selama sepuluh hari, pada 7-16 Desember lalu, adalah soal perempuan, anak, dan keluarga. 


Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengatakan bahwa ketiga hal itu (perempuan, anak, dan keluarga) seringkali dianggap sebagai isu sampingan. Padahal menurutnya perempuan, anak, dan keluarga adalah isu yang sangat fundamental.


“(Selama ini isunya) hanya pada kesejahteraan saja. Padahal terdapat nilai-nilai keadilan yang sangat kental di dalam urusan perempuan, anak, dan keluarga,” kata Alissa dalam tayangan galawicara Program Jurnal 9 Pagi Akhir Pekan di TV9 Nusantara, pada Sabtu (19/12) kemarin. 


Ia mencontohkan, soal bagaimana akses perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang sama besarnya dengan anak laki-laki. Terutama di daerah-daerah perdesaan atau kota-kota kecil di Indonesia.


“Karena sampai sekarang belum rata. Walaupun pemerintah menyediakan fasilitasnya tapi akses itu masih lebih banyak dipegang anak laki-laki daripada anak perempuan,” ungkap Alissa.


Hal tersebut berdampak pada angka perkawinan anak yang masih sangat tinggi. Padahal kata Alissa, jika perkawinan anak tinggi, tentu anak-anak tersebut lalu punya anak. Dampaknya, satu dari tiga anak di Indonesia berpotensi mengalami stunting.


“Otaknya tidak berkembang baik dan optimal (akibat perkawinan anak yang marak). Artinya nanti kalau dia jadi orang dewasa dengan kecerdasan yang rata-rata saja, tidak cerdas dan pintar,” jelas putri sulung Gus Dur ini.


Ditegaskan Alissa bahwa Gusdurian memandang perempuan, anak, dan keluarga harus menjadi isu sentral yang dimulai dari perspektif keadilan. Menurutnya, masih banyak sekali suara perempuan yang kurang didengar atau bahkan masih dicari.


“Misalnya di Musrenbang (Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan) Desa. Suara perempuan juga kan masih dicari. Artinya tidak secara otomatis ada dan mewarnai (ruang publik). (Dan) kami (Gusdurian) berharap, agar ini (perempuan, anak, dan keluarga) diperhatikan juga oleh para tokoh masyarakat,” pungkas Sekretaris Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama ini.


Soal perempuan, anak, dan keluarga berikut ini adalah bunyi poin terakhir dari sembilan rekomendasi Gusdurian untuk Indonesia:


Menjadikan perempuan, anak, dan keluarga sebagai isu penting yang harus direspons dengan serius oleh seluruh elemen bangsa sekaligus menjadikannya sebagai perspektif yang inheren dalam semua isu kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Perempuan, anak, dan keluarga harus diposisikan sebagai subjek dan aktor perubahan sosial.


Karena itu perlu ada upaya  mempromosikan narasi tentang perempuan, anak, dan keluarga yang berbasis pada nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan untuk membendung narasi-narasi serupa yang melanggengkan subordinasi dan ketidakadilan pada perempuan dan anak.


Perlu juga melakukan gerakan literasi kontekstual dan hukum agar masyarakat memiliki daya kritis dan mampu menghadapi persoalan hukum yang berkaitan dengan isu tersebut.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad