Habib Ja'far Uraikan Hal yang Cenderung Dikesampingkan 'Kelompok Hijrah'
Senin, 20 September 2021 | 07:00 WIB
Nuriel Shiami Indiraphasa
Kontributor
Jakarta, NU Online
Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta, Habib Ja’far Al Hadar, berpendapat kalangan yang menamakan dirinya kelompok hijrah cenderung berfokus pada sisi ritualistik dalam beribadah. Karena itu, kelompok hijrah, para pemuda, dan umat Islam pada umumnya perlu memahami dan diajak ke ranah tasawuf.
Posisi tasawuf menjadi sangat penting karena berorientasi kepada spiritual Islam. Hal ini pula yang dianggapnya hilang sebagian dari kalangan muda.
"Tasawuf dapat menjembatani hijrah mereka menuju yang hakiki. Menjadikan hijrah mereka supaya tidak berpusat pada aspek ritual saja, tapi juga sosial dan spiritual sebagai puncaknya," kata Habin Ja'far pada diskusi 'Cinta Manusia dan Semesta dalam Ajaran Tasawuf', Sabtu (18/9/2021).
Menurut Habib Ja'far seorang Muslim yang mendalami dan mengamalkan tasawuf akan berdampak sosial. "Hijrah mereka tidak hanya berbasis pada perubahan dari shalat, tapi juga pada aspek sosial dan spiritual, sehingga hijrah mereka dapat memberikan dampak sosial positif bagi masyarakat," kata Habib Ja'far.
Pada aspek spiritual, nilai-nilai tasawuf dapat memberikan aspek positif berupa kerendahan hati, ketidaksombongan, keengganan untuk memenghakimi orang lain.
Sebelumnya ia menjelaskan bahwa kajian yang saat ini mengambil minat besar masyarakat muda adalah fiqih. Tentu hal tersebut adalah baik, hanya saja lantaran mempelajari fiqih tanpa diiringi pendekatan tasawuf berpotensi membuat pola pikir orang tersebut menjadi fiqih sentris (berpusat pada fiqih) semata.
“Pentinnya tasawuf adalah memberikan nuansa kelenturan bagi pemahaman fiqih kita, sehingga tidak selamanya hitam-putih. Bisa lebih melihat bukan hanaya menghukumi, tapi juga merangkul dalam dakwah,” ujar Habib yang dijuluki The Protector of Pemuda Tersesat itu.
Kajian tasawuf bagi kalangan muda Indonesia saat ini berada di posisi darurat. Merujuk laporan sensus ateis, ia mengatakan bahwa generasi muda saat ini dihadapkan pada satu fakta yakni derasnya arus penganut paham agnostik dan ateisme di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena mereka menganggap Islam maupun agama tidak rasional. Alih-alih menyelesaikan masalah, agama justru kerap dianggap sebagai sumber keribetan dan huru-hara sekitar.
Selain derasnya arus agnostik dan ateisme, menurutnya ada pula kubu pemuda hijrah. Kubu inilah yang cenderung fokus pembelajarannya pada kajian fiqih. Hal ini terkadang mendorong mereka mentok pada tataran Islam secara ritualistik saja.
Berangkat dari kasus tersebut, Habib Ja’far yang juga akademisi tasawuf merasa terdorong untuk membawa tasawuf ke ranah yang lebih intim pada generasi muda Indonesia. Posisi tasawuf di sini menjadi sangat penting, yang berorientasi kepada spiritual Islam. Hal ini pula yang dianggapnya hilang sebagian dari kalangan muda.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Komandan Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah
2
Kisah Imam Ghazali Berguru kepada Tukang Sol Sepatu
3
Masyarakat Muslim, Normalisasi Israel, dan Penjajahan Palestina
4
Presiden Prancis Serukan Penghentian Pengiriman Senjata ke Israel, Begini Respons Netanyahu
5
Berdayakan Ekonomi Masyarakat Kelas Bawah, LAZISNU Cilacap Gelar Pelatihan Pembuatan Tas Anyaman
6
Cara Mengingatkan Anak yang Berisik ketika Khutbah Jumat
Terkini
Lihat Semua