Nasional ANJANGSANA ISLAM NUSANTARA

Habib Luthfi Ungkap 2 Ulama Penting dalam Penentuan Berdirinya NU

Kam, 2 Februari 2017 | 05:49 WIB

Habib Luthfi Ungkap 2 Ulama Penting dalam Penentuan Berdirinya NU

Habib Luthfi bin Yahya.

Jakarta, NU Online
Berdirinya jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) tidak melalui proses instan, tetapi lewat proses panjang dan berliku oleh para kiai pesantren yang didukung oleh sejumlah ulama Nusantara yang kala itu bermukim dan mengajar di Haromain.

Menjelang NU berdiri, Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan menjelaskan bahwa ulama-ulama di Haromain berkumpul termasuk KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang saat itu juga berada di Mekkah dan berusaha menyampaikan maksud pendirian NU kepada para gurunya itu. Mereka sepakat menyarankan KH Hasyim Asy’ari pulang ke Indonesia untuk menemui 2 ulama besar.

“Sejumlah ulama yang berkumpul tersebut menyampaikan kepada Mbah Hasyim, kalau 2 ulama ini mengiyakan, jalan terus, tetapi jika tidak, jangan diteruskan. Dua ulama ini yaitu Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya Pekalongan dan Mbah Kholil Bangkalan,” ungkap Habib Luthfi saat menerima Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta di Pekalongan bulan lalu, tepatnya 23 Januari 2017 tengah malam.

Pemimpin Kanzus Sholawat Pekalongan ini melanjutkan, Mbah Hasyim ditemani sejumlah kiai di antaranya KH Asnawai Kudus menemui Habib Hasyim di Pekalongan kemudian Mbah Kholil Bangkalan di Pulau Madura.

Rasa bahagia dan puas memenuhi hati Mbah Hasyim karena dua ulama besar yang direkomendasikan para gurunya di Haromain itu mempersilakan Mbah Hasyim dan para kiai lain untuk mendirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama.

“Saking mulia dan sikap tawadhunya dua ulama itu, mereka meminta kepada Mbah Hasyim agar namanya tidak disebut,” ujar Habib Luthfi. Keterangan mengenai sejarah berdirinya NU dan sejumlah ulama yang berkontribusi, jauh telah Habib Luthfi sampaikan dalam peringatan Harlah NU tahun 2010 silam di Pekalongan, Jawa Tengah.

Pelajari sejarah dengan tuntas

Dalam kesempatan diskusi dengan tim Anjangsana Islam Nudantara tersebut, Habib Luthfi bin Yahya juga berpesan, mempelajari sejarah masa lalu adalah sebuah keharusan. Terlebih bagi para generasi pemuda saat ini. Menurutnya, sejarah bisa dijadikan ibrah dan marajiul hayat (parameter kehidupan) hari ini dan masa mendatang.

Di samping itu, katanya, mempelajari sejarah harus tuntas. Tidak sepenggal-sepenggal. Data-data yang digunakan juga harus valid. Hal ini penting, terlebih di tengah munculnya orang-orang yang mempertanyakan keotentikan sejarah Walisongo.

Rais Aam Idarah Aliyah Jam’iyah Ahlith Tharoqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) ini menerangkan, konsep Walisongo adalah periodik. Setiap wali menggantikan posisi wali yang lain. Di era Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Geseng, Sunan Tembayat adalah bagian dari Walisongo. Jadi, nama-nama Walisongo yang makamnya sering diziarahi tidak semuanya hidup dalam satu periode.

Atas saran Habib Luhtfi terkait peran Habib Hasyim dalam pendirian Nahdlatul Ulama, tim Anjangsana Islam Nusantara yang terdiri dari 17 orang itu meluncur ke makam leluhur Habib Luhtfi tersebut yang terletak tidak jauh di komplek Makam Sapuro Pekalongan, Selasa (24/1) dini hari. (Fathoni)