Nasional

Imam Aziz Akan Terima Anugerah Perdamaian di Korea

Rab, 28 Januari 2015 | 04:30 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Imam Aziz menerima kunjungan kehormatan lima orang tamu dari The Jeju 4.3 Peace Foundation (Yayasan Perdamaian Jeju 3 April) Korea. Rombongan tersebut diterima Imam di lantai 4 gedung PBNU Jl Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Selasa (27/1) sore.
<>
Salah satu organisasi nonprofit Korea ini berencana memberikan anugerah perdamaian kepada Imam Aziz atas jasanya mengadvokasi para korban kekerasan Tragedi Gerakan 30 September 1965 (Gestapu).

Kepada Imam Aziz, ketua rombongan dari Korea, Prof Koh Younghun, menyatakan rasa bahagia dan terima kasihnya atas penerimaan kunjungan mereka. Atas nama Jeju Foundation, Koh menyampaikan kabar gembira terkait penganugerahan “The Jeju 4.3 Peace Award” untuk Ketua PBNU kelahiran Pati ini.

“Kami mengucapkan terima kasih banyak telah meluangkan waktu. Pada kesempatan ini, kami mengabarkan bahwa Pak Imam terpilih sebagai penerima anugerah perdana istimewa dari Jeju Peace Foundation yang baru berdiri tahun lalu,” ujar Koh.

Koh berharap, kunjungan tersebut makin menguatkan hubungan persahabatan kedua negara kian kuat. “Harapan kami, hubungan Korea-Indonesia makin baik. Kami melihat NU paling besar di Indonesia, bahkan di dunia. Harapan kami, pengalaman Pak Imam selama di Korea nantinya dapat ditularkan di sini,” harapnya.

Menurut Koh, acara penganugerahan kepada para tokoh perdamaian akan digelar pada 1 April 2015 di Korea. Dua hari berikutnya, 3 April mereka diminta untuk mengikuti upacara peringatan tragedi pembantaian warga tertuduh komunis di Pulau Jeju, Korea, yang menewaskan tak kurang dari 30.000 jiwa. Imam Aziz dan para penerima anugerah  lainnya dijadwalkan tinggal sepekan di Negeri Ginseng.

Dalam catatan aktivis perdamaian Korea, Imam Aziz menginisiasi berdirinya Syarikat (Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat) Indonesia untuk kepentingan rekonsiliasi masyarakat sipil.

Kepada mereka, Imam menceritakan kembali pengalamannya saat menginisiasi Syarikat Indonesia yang memiliki jaringan di 35 kota. “Masing-masing kota menginvestigasi para korban peristiwa 1965. Antara lain para eks pulau Buru, ibu-ibu atau perempuan yang jadi korban, serta orang-orang NU yang tertuduh sebagai pembunuh,” paparnya.

Menurut Imam Aziz, problem yang masih tersisa dari tragedi 1965 adalah belum adanya langkah berarti dari pemerintah. “Sampai sekarang, pemerintah belum memiliki langkah konkret bagi tragedi itu. Akibatnya, kekerasan selalu terulang. Lihat saja ketika Pilpres kemarin, isu PKI muncul lagi untuk menyerang lawan politik,” ungkapnya.

Imam Aziz berharap, paling tidak tahun ini persoalan tragedi 1965 selesai. “Harapan saya, pemerintah mau minta maaf seperti pernah dilakukan Presiden Gus Dur dulu. Minimal ada pernyataan menyesal atas peristiwa itu. Kemudian, ada jaminan perbaikan hak-hak politiknya,” tandas Imam.

Imam mengaku sangat bangga dan berterima kasih kepada The Jeju 4.3 Peace Foundation yang akan memberikan penghargaan kepada dirinya. “Saya menilai ini merupakan penghargaan tidak hanya bagi saya pribadi. Namun juga para sahabat di Syarikat dan bagi NU secara keseluruhan,” pungkasnya. (Musthofa Asrori/Mahbib)