Nasional HAUL GUS DUR

Inayah: Kita Perlu Kembangkan Kemimpinan Etis dan Tawadlu

Jum, 26 Desember 2014 | 15:01 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk mengatasi beragam masalah kebangsaan seperti kemiskinan, bencana alam, korupsi, konflik dan kekerasan, Indonesia perlu mengembangkan gerakan kepemimpinan yang bertumpu pada nilai-nilai etis dan kerendahhatian (tawadlu). Cita-cita ini mesti menjadi sebuah gerakan bersama yang dimulai dari para pemimpin, di tingkat lokal hingga nasional.<>

“Kepemimpinan etis itu ukurannya kepatutan, moralitas umum, dan kemaslahatan bersama, bukan sekedar hukum formal dan pencitraan di media,” tandas Inayah Wahid, puteri keempat sekaligus Panitia 5 Tahun Wafatnya KH. Abdurrahman Wahid di Jakarta, Jumat (21/12).

Kepemimpinan etis dan tawadlu ini yang sengaja diangkat dalam kegiatan 5 Tahun Wafatnya KH. Abdurrahman Wahid. “Selama ini kita sering disuguhkan tontotan tingkah pemimpin, di tingkat nasional maupun daerah yang memamerkan kemewahan dan tindakan yang bertolak belakang antara perkataan dan perbuatan. Ada pemimpin yang kekayaannya menumpuk di tengah hidup warganya yang menghadapi busung lapar,” Inayah memberi alasan.

Jika tujuan dasar pemimpin adalah memenuhi kepentingan umat, jelas Inayah, maka seorang pemimpin harus betul-betul mengerti dan peka terhadap apa yang dirasakan umat yang dipimpinnya. Jika sebagian besar umat masih menghadapi masalah kesulitan ekonomi, maka kepemimpinan etis tidak akan memamerkan kemewahan dan kekayaan, meski memang sebetulnya memiliki cukup kekayaan. Ini bukti bahwa ia mengerti betul yang dirasakan umat yang dipimpinnya. 

“Menurut kami sekeluarga, tema kepemimpinan etis dan tawadlu ini penting untuk dimunculkan tahun ini karena pergantian kepemimpinan di Indonesia. Ini pengingat bagi para pemimpin agar dalam kepemimpinannya mereka tawadlu kepada kepentingan umat. Kepentingan umatlah yang utama. Bukan kepentingan diri sendiri atau kelompok,” tandasnya.

Karena yang dipegang adalah nilai-nilai etis, maka pemimpin tipe ini tidak akan hanya melihat sebuah masalah dari sisi formalitas hukum. Apalagi hukum di negeri ini mudah dibelokan. Dengan pegangan nilai-nilai etis itu, lanjut Inayah, seorang pemimpin akan berani mengambil resiko dan terobosan agar nilai-nilai etis bisa dicapai.

Menurut Koordinator Positive Movement ini, itulah pelajaran yang ia ambil dari sikap dan perjuangan sang ayahanda yang melakukan beberapa terobosan ketika menjadi Presiden. Misalnya, mencabut larangan perayaan Imlek bagi etnis Tionghoa, mengembalikan nama dari Irian Barat menjadi Papua, meminta pengampunan bagi buruh migran yang dihukum mati, menandatangani UU pengadilan HAM, dan lain-lain. Gus Dur, demikian sapaan akrabnya, selalu mengutip kaidah “kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya, bergantung pada kemaslahatan atau kesejahteraan”.

“Dalam mengambil kebijakan, Gus Dur berusaha mengutamakan kepntingan rakyat ketimbang kelompok. Bahkan ketika kepentingan kelompok berbenturan dengan kepentingan masyarakat, beliau memilih melaksanakan kepentingan masyarakat luas, daripada kelompoknya. Inilah yang kami harapkan dapat diadopsi oleh pemerintahan yang baru ini,” tambahnya.

Menurut Inayah, visi kepemimpinan semacam ini bisa menjadi gerakan kuat jika dibarengi dengan upaya melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Tidak hanya terbatas di pemerintahan dan politik, tapi di semua bidang kehidupan dan mulai dari tingkat yang paling kecil, termasuk diri pribadi. “Dan ini sangat strategis jika ditopang lewat pendidikan di berbagai level, formal maupun informal, termasuk pendidikan di dalam keluarga.”

Tahun ini, tradisi tahunan keluarga mantan Presiden RI ke-4 itu akan digelar Sabtu (27/12) malam, di rumah keluarga besar KH Abdurrahman Wahid, Ciganjur, Jakarta Selatan. Selain pembacaan tahlil oleh pengasuh Pesantren Al-Aziziyah Denanyar Jombang, Jawa Timur KH. Azis Masyhuri, acara tersebut juga akan diisi testimoni tentang kehidupan Presiden ke-4 RI tersebut. Di antaranya penampilan dari pelawak Mohamad Syakirun alias Kirun dan penulis Presiden Gus Dur Untold Stories, Priyo Sambadha. Sementara taushiyah, ceramah agama akan dibawakan Si Celurit Emas dari Madura: KH. Dzawawi Imron.

Acara akan dimeriahkan pula dengan tarian sufi, pertunjukan lukisan bayangan pasir oleh seniman asal bandung Ja'far Fauzan, dan pembacaan puisi Arab yang dibuat khusus KH. Husein Muhammad, murid Gus Dur yang juga mantan komisioner Komnas Perempuan. (red: Anam)