Nasional MUNAS-KONBES NU 2019

Ini Hukum Tidak Mengelola dan Membuang Sampah Sembarangan

Kam, 28 Februari 2019 | 09:30 WIB

Ini Hukum Tidak Mengelola dan Membuang Sampah Sembarangan

Komisi Bahtsul Masa'il Waqi'iyah Munas dan Konbes Nu 2019

Banjar, NU Online
Fakta tentang sampah nasional sudah cukup meresahkan, apalagi ditambah dengan persoalan sampah plastik yang menjadi masalah bagi lingkungan. Dibutuhkan waktu ratusan tahun bagi tanah untuk menguraikan plastik.

Karena susah diurai, sampah plastik bisa menjadi ancaman bagi kehidupan dan ekosistem, yaitu dapat menurunkan kesuburan tanah.

Sebagai respon persoalan tersebut, Bahtsul Masail Komisi Waqi’iyah menetapkan bahwa produsen atau industri yang tidak mengelola sampah kemasan ataupun produksinya boleh disanksi oleh pemerintah.

Sanksi tersebut merupakan kebijakan yang mengandung kemaslahatan umum sekaligus menghilangkan kemudlaratan dari rakyat.

Demikian salah satu soal yang dibahas oleh para kiai perwakilan PWNU se-Indonesia dalam acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2) siang.

Sanksi itu juga berdasarkan pasal 15 Undang-Undang RI No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Selain itu, ditetapkan juga hukum haram membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Dan makruh, apabila kemungkinan kecil (tawahhum) membahayakan lingkungan.

Adapun hukum masyarakat memboikot kepada perusahaan yang tidak mengelola dan menanggulangi sampah kemasan atau produksinya, peserta bahtsul masail menyepakati boleh karena hukum asal membeli bukanlah sebuah kewajiban. Namun selama tidak ada unsur memaksa orang lain.

Sedangkan ketika mengakibatkan dampak negatif yang disebabkan kurang seriusnya pengelolaan sampah, maka semua pihak harus bertanggungjawab atas masalah sampah tersebut.

KH Azizi Hasbullah, pimpinan tim perumus Komisi Waqi’iyah menilai bahwa selama ini masyarakat lebih takut ulama daripada pemerintah. Makanya melalui bahtsul masail yang berdasarkan aturan agama ini bisa menjadi rujukan perumusan undang-undang atau peraturan pemerintah.


“Hasil ini akan diserahkan kepada pemerintah agar lebih serius dalam menangani masalah kerusakan lingkungan,” harap Kiai Azizi didampingi tim perumus lain yakni KH Yasin Asmuni (Kediri), KH Em Nadjib Hassan (Kudus), dan KH Aniq Muhammadun (Pati).

Selain pembahasan bahaya sampah plastik, Komisi Waqi’iyah juga membahas Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (AMDK) yang menyebabkan sumur warga kering, masalah niaga perkapalan, bisnis money game, dan legalitas syariat bagi peran pemerintah. (M. Zidni Nafi’/Muhammad Faizin)