Nasional

Ini Langkah Selamatkan Warga dari Pengaruh Dimas Kanjeng

NU Online  ·  Ahad, 2 Oktober 2016 | 01:04 WIB

Surabaya, NU Online
Cukup banyak masyarakat yang menjadi korban praktik penggandaan uang oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berasal dari luar Jawa. PWNU Jatim menawarkan sejumlah langkah agar terlepas dari pengaruhnya.

Secara lebih rinci Katib Syuriyah PWNU KH Syafrudin Syarif membeberkan langkah tersebut ke sejumlah insan media yang menemuinya di Kantor PWNU Jatim, Sabtu (1/10) siang.

Yang pertama adalah bekerja sama dengan polisi, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo untuk melakukan rehabilitasi masyarakat. Dalam pandangan Katib Syuriah PWNU Jatim ini, apa yang menimpa sejumlah korban tersebut akibat ilmu gendam. "Gendam itu bisa ditaklukkan dengan doa-doa sesuai tingkatan gendamnya," kata Kiai Syafrudin.

Menurut Pengasuh Pesantren Hidayatuddin Al-Islami Probolinggo, Taat Pribadi mempunyai ilmu sejenis gendam dengan memberi minuman air putih kepada korban dan pengikutnya.  Apa bukti para korban terkena gendam? "Orang sudah diambil uangnya bertahun tahun dengan modus penggandaan, tapi tidak ada yang marah. Ini aneh," ungkapnya.

Dalam pandangannya, Dimas Kanjeng Taat Pribadi menggunakan ilmu gendam untuk menggaet ribuan pengikutnya yang menyetorkan uang dari jutaan rupiah sampai miliaran rupiah yang dijanjikan akan dilipatgandakan.

"Kita tahu, tahu pengikutnya banyak dan ada orang yang berpendidikan, berpangkat. Kemungkinan terkena minum-minuman apa, kemudian tidak sadar dan menuruti apa yang disampaikan Taat Pribadi," tuturnya.

Sebagai bukti, mengapa orang yang telah beberapa waktu di padepokan Dimas Kanjeng ditipu akan tetapi diam saja. "Kalau orang normal, ketika dijanjikan sesuatu tapi tidak sesuai yang dijanjikan harusnya bagaimana. Ini sudah ada yang berbulan-bulan, bertahun-tahun tapi tidak marah," kata Kiai Syafrudin.

Lebih lanjut, Kiai Syafrudin mencontohkan, ada temannya di Probolinggo dan memiliki kerabat dari Jawa Barat. Kerabatnya itu rela menjual sawah seharga Rp 30 juta dan disetor ke Dimas Kanjeng lantaran dijanjikan beberapa bulan lagi akan menjadi Rp 100 juta.

Setelah enam bulan kemudian, uang Rp 100 juta seperti yang dijanjikan tak kunjung datang. Korban pun mendatangi kerabatnya di Probolinggo dengan emosi dan membeli celurit dengan tujuan membunuh Dimas Kanjeng.

Korban berangkat ke Padepokan Dimas Kanjeng di Wangkal, Probolinggo. Tapi saat tiba di rumah kerabatnya, ada perubahan pada diri korban. Bukannya menjelek-jelekkan dan membunuh, malah menyanjung Dimas Kanjeng.

Langkah lain yang dilakukan PWNU Jatim adalah mendesak aparat penegak hukum untuk menutup padepokan itu dan mengusut tuntas Taat Pribadi bersama para centengnya agar tidak menambah korban. "Padepokan itu bisa dikembalikan pada masyarakat untuk dijadikan pesantren," katanya.

Terkait langkah rehabilitasi korban itu, PWNU Jatim sudah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan aparat Pemkab Probolinggo. "Sabtu (1/10) ini ada pertemuan PCNU Probolinggo dengan polisi, pemkab, dan MUI soal itu," katanya.

"Mereka (para pengikut) harus sadar dengan cara berdzikir ingat kepada Allah. Tentu akan lepas dari pengaruh gendam itu," kata Syafudin.

Menurutnya, untuk melepaskan itu tentunya harus dengan bimbingan orang tertentu. Artinya, pengaruh itu bisa dihilangkan dan yang terpenting adalah pihak yang bersangkutan kembali kepada titik nol. "Sadar diri dan dibimbing itu akan lepas dari pengaruh gendam," pungkasnya. (Ibnu Nawawi/Alhafiz K)