Nasional

Ini Perbedaan Al-Qaeda dan ISIS Menurut Yenny Wahid

Sabtu, 22 Juli 2017 | 21:01 WIB

Jakarta, NU Online
Direktur Eksekutif The Wahid Foundation Yenny Wahid menjelaskan, Al-Qaeda masih ada hingga hari ini dan rebutan pengikut serta pengaruh dengan ISIS. Meski sama-sama sebagai kelompok radikal Islam, tapi ada beberapa perbedaan yang cukup kentara antara ISIS dan Al Qaeda.

Pertama, soal tawanan. Bagi Al-Qaeda, biasanya tawanannya dites dulu apakah bisa membaca Al-Qur’an atau tidak, kalau bisa maka mereka dilepaskan. Namun kalau ISIS, mereka tidak peduli apakah tawanan atau musuh mereka itu Islam atau bukan. Karena kalau bertentangan dengan mereka dan tidak bersedia dibaiat maka mereka akan diperangi dan dibunuh.

“Kalau ISIS itu tidak peduli mau Islam, apalagi Kristen, apalagi Syiah. (Tawanannya) Islam saja di-dor. Gak peduli mereka, yang penting harus satu kelompok dengan mereka,” jelas Yennya saat menjadi narasumber dalam acara diskusi publik dengan tema Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia di Auditorium Gedung PPSDM Jakarta, Sabtu (22/7) sore.

Kedua, Al-Qaeda selektif dalam menjaring anggota, sementara ISIS tidak. Al-Qaeda melakukan aksinya dengan sangat terstruktur dan memiliki anggota yang terlatih, baik dalam pertarungan maupun membuat bom. 

“Kita tidak tahu siapa orang Al-Qaeda kalau belum masuk, berhasil masuk pun belum tentu tahu dan bisa mengungkap jaringan-jaringannya. Jadi terlatih (seperti) Ali Imron dan dia bisa bikin bom di luar kepala,” tuturnya.

Sementara untuk menjadi prajuritnya ISIS sangat mudah karena siapa saja bisa masuk. “Siapa saja boleh,” katanya.

Oleh karena itu, kedua kelompok tersebut memiliki kualitas serangan teror yang berbeda. Al-Qaeda memiliki serangan yang mematikan karena memang dilakukan oleh orang-orang yang sangat terlatih dan perencanaannya sangat matang sekali.

“Ratusan orang bisa mati,” ujar Yenny didampingi narasumber lain yaitu Kepala BNPT Suhardi Alius dan Dosen King Fahd University Saudi Arabia Sumanto Al-Qurtuby.

Sedangkan ISIS mengimbau prajuritnya untuk melakukan aksi teror dengan menggunakan senjata apa saja yang di dekatnya. Serangan ISIS tidak perlu memakai bom untuk melakukan teror karena apa saja bisa dipakai untuk melakukan teror.  

“Truk bermuatan besar dipakai untuk menubruk kerumunan massa. Orang lagi lewat ditusuk dan kabur,” jelasnya.
 
Para jihadis tersebut memiliki pemahaman yang sangat simplistik tentang Islam. Oleh karena itu, pemahaman tersebut hanya bisa dilawan dengan pendekatan Islam yang menekankan kepada tasawuf. 
 
“Makanya di situ NU bisa mengisi ruang itu karena pendekatan dakwah NU adalah menekankan pada tasawuf,” ujarnya. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)