Nasional

Ini Upaya NU Perkuat Kemandirian Pesantren

Ahad, 4 Maret 2018 | 13:00 WIB

Semarang, NU Online 
Pesantren, selain memikul beban sebagai lembaga tafaqquh fi al-din, harus memiliki penyangga kemandirian. Salah satunya adalah kemandirian ekonomi. Berbagai macam usaha dilakukan pesantren untuk menguatkan ketahanan ekonomi. 

Hadirnya usaha kemitraan dengan Indomaret dengan diinisiasi Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama membuahkan hasil dengan diresmikannya Khozin Shop di Pesantren Khozinatul Ulum Blora, (28/2).

Ketua Pengurus Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, keniscayaan berjejaring atau bermitra menjadi salah satu membuka celah untuk menghadapi ekonomi global. 

Keputusan PP RMI bermitra dengan Indomaret, kata dia, memang rawan disalahpahami, tapi dalam diskusi panjang, untuk sementara, hal ini yang paling rasional. Belajar sekalian pada ahlinya yang telah memulai membuka gerai pada 1988. Jumlah 12.800 gerai menjadi ukuran pengalaman menjalankan bisnis ritel berjejaring.

"Genre baru yang perlu dikembangkan pesantren," kata Gus Rozin.

Kemitraan ini, lsnjutnys, sejalan dengan visi dan misi yang diusung PP RMI dalam menjalankan roda organisasi. Jargon "Santri Mandiri dan NKRI Harga Mati" menjadi semboyan yang layak untuk terus didengungkan dan diaplikasikan. 

“Semoga ada trickle down efect yang bisa dirasakan pesantren sendiri, mitra (Indomaret) dan masyarakat,” katanya.

Peneliti Pusat Kajian Dan Pengembangan Pesantren Nusantara (PKP2N) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, H. Abu Choir memberikan analisa bahwa pesantren sebagai (perusahaan sosial islam) islamic social entreprise. 

Hal ini bisa dilihat dengan ciri pertama, unit usaha didirikan mengacu pada peluang dan manajemen usaha profesional. Kedua, dikembangkan sebagai upaya menjawab persoalan sosial pesantren dan masyarakat. Ketiga, dikembangkan dengan prasyarat nilai utama agama, misalnya tidak boleh menjual minuman keras. Keempat, hasil usaha digunakan sebesar-besarnya untuk pembiayaan pendidikan pesantren. 

Abu Choir melihat bahwa perkembangan perekonomian sedang bagus di ritel maka, tak ada salahnya pesantren pun ikut berkecimpung lagi setelah dahulu pernah terjun tapi belum sukses.

"Kemitraan ini bisa menjadi solusi persoalan sumber pembiayaan pendidikan dan perwujudan misi sosial ekonomi pesantren sebagai islamic social entreprise," tegas Abu Choir.

Selain itu, ini merupakan upaya baru yang ingin dicapai bersama pesantren dengan RMI. Saat dihubungi melalui gawai Sekretaris PP RMI, Habib Sholeh menerangkan terdapat 9 keuntungan yang didapat dengan adanya kemitraan ini. Pertama, nama bersama brand pesantren  dan Indomaret (Khozin shop-Indomaret; Alfadholi Mart-Indomaret; Mafamart-Indomaret; dll). 

Kedua, santri mendapat pembelajaran sistem dan sikap bisnis yang bagus. Ketiga, modal dipinjami tanpa bunga, pesantren hanya mengeluarkan 25% (atau sesuai kesepakatan) dengan pembayaran pinjaman mulai pada bulan ke 7 (semua dari keuntungan usaha, bukan sumber lain). 

Keempat, sistem dan manajemen mapan dan handal, langsung berjalan (tanpa resiko). Kelima, tanpa royalty fee. Keenam, tanpadeposit fee. Ketujuh, promosi produk ikut nasional. Kedelapan, bisa memasukkan produk pesantren atau UMKM pada gerai kemitraan, bahkan bisa dalam gerai Jawa Tengah atau nasional. Kesembilan, durasi kerjasama tidak lebih dr 5 tahun.

"Dalam kemitraan ini telah beroperasi Al-Fadholi Mart (Pesantren Al-Fadholi) Pati dan Khozin Shop. Satu titik di Pati proses pembangunan, tahap penilaian dan kelayakan terdapat dua titik di Pekalongan," terang Habib Sholeh.

Habib menambahkan,  dari PP RMI akan terus mengevaluasi kinerja yang telah dilakukan. 

“Harapannya, pesantren yang mengikuti kemitraan selama lima tahun mampu belajar dan sedikit demi sedikit mengaplikasikan ilmu yang didapat. Mimpi kami dalam lima tahun mendatang sudah banyak yang bergabung dengan kemitraan ini sehingga bisa berjejaring sendiri antar pesantren.” (Zulfa/Abdullah Alawi)