Mojokerto, NU Online
Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto dirintis dan dikembangkan oleh KH Asep Saifuddin Chalim pada 2006 lalu. Jauh sebelumnya Amanatul Umah berdiri di Siwalankerto Surabaya. Di tengah Konferensi Pergunu Jawa Timur di pesantren itu, Ahad (6/8) ini, panitia menyediakan waktu membedah Amanatul Ummah. Kiai Asep langsung yang bertindak sebagai narasumber tunggal.
Ada dua hal yang menjadi rahasia Amanatul Ummah selama ini, yaitu guru yang baik dan sistem yang kompetitif. "Banyak tertulis di beberapa tembok pesantren, jadilah guru yang baik atau tidak sama sekali," tegas Kiai Alumnus Ponpes Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo ini.
Selain itu, para peserta didik atau santri selalu diajarkan dan mempraktekkan kitab "Ta'lim Muta'alim". "Para santri harus dimotivasi agar bersungguh atau jejeg dalam belajar," terang Kiai yang juga menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Pergunu tersebut.
Kedua, menurut Kiai Asep para santri tidak boleh makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Kiai kelahiran Cirebon ini, mengutip karya Imam Ghozali dalam kitab "Ihya' Ulumuddin" kenyang itu bisa menghilangkan kecerdasan. Ibarat padi yang terendam banjir pastinya akan rusak, itulah perumpamaan otak yang terlalu banyak menerima makanan.
Ketiga, para santri tidak boleh terlepas dari wudhu. Setiap batal wudhu santri diharuskan langsung berwudhu. "Ilmu itu cahaya, cahaya tidak akan masuk bila diri kita tertutup oleh hitamnya dosa. Maka dari itu, bersihkan diri sebelum belajar," ungkapnya.
Keempat, membaca Al-Qur'an dengan melihat Al-Qur'annya.
"Ada waktunya, 15 menit setelah azan subuh sampai iqamat, 15 menit harus baca Al-Qur'an," pesannya.
Kelima, tidak boleh bermaksiat, karena maksiat itu beban bagi seorang yang mencari ilmu. Keenam, melaksanakan shalat malam.
"Di sini setiap anak wajib shalat malam," tuturnya.
Ketujuh, tidak boleh jajan di luar. Menurut Kiai Asep, dalam kitab kuning ada penjelasan bahwa makanan di luar lebih mendekati najis dan kotornya.
"Jajan di luar itu kan terbuka, banyak orang yang melihatnya, lalu ingin, namun tidak bisa membeli karena tidak punya uang. Kalau makanan terkondisikan seperti itu, hilang barakahnya," urai Kiai Asep. (Rof Maulana/Abdullah Alawi)