Nasional

Islam Wasathiyah Vaksin atas Virus Radikalisme

Rab, 17 Juni 2020 | 20:30 WIB

Islam Wasathiyah Vaksin atas Virus Radikalisme

Ilustrasi Islam rahmatan lil alamin

Jakarta, NU Online

Jika wabah pandemi Covid-19 hanya bisa dihentikan bila ada vaksin yang ditemukan, demikian pula dengan aksi radikalisme-terorisme. Aksi yang membahayakan keutuhan bangsa tersebut juga membutuhkan vaksin penawar, yang bernama pandangan Islam moderat atau Islam wasathiyah.

 

Hal itu diungkapkan oleh salah seorang anggota Lembaga Persahabatan Ormas lslam (LPOI) Ir. H Mohamad Faisal Nursyamsi. Ia mengatakan, selama ini radikalisme muncul dengan upaya untuk mencoba keutuhan bangsa. “Dan memang harus ada vaksinnya untuk hal-hal yang seperti itu. Vaksin dalam bentuk Islam yang Rahmatan Lil Alamin sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT,” ujar Mohamad Faisal Nursyamsi, di Jakarta, Rabu (17/6).

 

Menurutnya, sama seperti virus Covid-19, virus radikalisme juga secara diam-diam terus berusaha merongrong keberlangsungan hidup bangsa Indonesia untuk meradikalisasi masyarakat. “Virus radikalisme itu tentu tidak boleh didiamkan saja, karena virus-virus seperti itu juga berbahaya bagi keberlangsungan bangsa ini, apalagi kalau sampai mempengaruhi pemikiran manusia. Nah untuk mengatasinya diperlukan vaksin dalam bentuk Islam yang rahmatan lil alamin tadi yang harus ditanamkan kepada diri masyarakat utamanya umat Islam,” kata ustad Faisal.

 

Menurutnya, jika di bidang kedokteran, dokter membutuhkan vaksin untuk menyembuhkan pasiennya, maka dalam virus yang merongrong negara tentunya juga dibutuhkan vaksin yang berisi nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.

 

“Istilahnya kalau di bidang kedokteran vaksin tersebut istilahnya disuntik ke pasien. Nah berarti nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin ini yang menjadi vaksin dan harus ditanamkan kepada diri umat Muslim itu bahwa Islam tidak mengajarkan pembunuhan ataupun teror. Kalaupun ada perbedaan pendapat ya harus diluruskan dengan cara yang baik, bukan melalui teror atau provokasi,” katanya.

 

Dia mengakui bahwa sebetulnya di dalam Islam sendiri memang diperbolehkan adanya perbedaan dan perdebatan karena memang menurutnya hal itu tidak bisa dihindari. Namun sebagai umat Islam, kita harus menghindari perpecahan dan tidak boleh larut dalam provokasi yang mengarah pada perpecahan.

 

Ia mencontohkan ketika zaman Rasulullah wafat, para sahabat Nabi sempat berdebat untuk mencari pemimpin sebagai pengganti Rasulullah melalui perdebatan yang sangat berat. Akan tetapi setelah Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq terpilih, maka semua sahabat Nabi setuju dan tidak membangkang pada kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

 

“Maka dari itu saya menyampaikan hendaklah kita mengedepankan kebersamaan yang mana dalam Islam itu disebut ukhuwah islamiyyah atau persaudaraan sesama Muslim dan sesama orang beriman ini adalah persaudaraan yang mulia. Kalau kita di dalam negara ini biasanya disebut ukhuwah satu bangsa. Nah itu yang harus betul-betul kita tekankan seperti itu untuk melawan virus radikalisme tadi,” ujarnya.

 

Editor: Ahmad Rozali