Nasional

Isyarat Kiai Maimoen Zubair Menjelang Wafat

Sel, 6 Agustus 2019 | 10:30 WIB

Isyarat Kiai Maimoen Zubair Menjelang Wafat

Shodikun saat sowan ke Mbah Moen untuk terakhir kalinya di sebuah hotel, Makkah. (Foto/Dok. Pribadi)

Ulama sepuh yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimoen Zubair wafat di Makkah, Selasa (6/8) dini hari. Ungkapan bela sungkawa mengalir deras dari beragam kalangan, mulai dari presiden, pejabat, kiai, hingga masyarakat secara umum.

Umumnya mereka menyimpan kesan dan kenangan tersendiri terhadap sosok kiai kharismatik yang berusia 91 tahun ini. Terlebih orang-orang yang pernah berjumpa langsung dengan Mbah Moen, seperti Shodikun, calon jamaah haji  asal Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah.

Kepada NU Online, Shodikun​​​​​​​ berkisah, pertemuannya dengan pengasuh Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang Rembang tersebut bermula ketika ia diberi kabar kakaknya, Ahmad Dimyathi yang juga alumni Pesantren Al-Anwar bahwa Kiai Maimoen sekarang sedang melaksanakan ibadah haji. Shodikun​​​​​​​ diminta untuk sowan meminta berkah ke hotel tempat beliau menginap. 

Atas saran kakaknya ini, Shodikun​​​​​​​ berencana sowan kepada Kiai Maimoen bersama Gus Alwi bin KH Muslih asal Duwok, Tegalrejo, Magelang. Sedianya, mereka akan sowan selepas shalat Jumat, 2 Agustus 2019. Namun, karena lalu lintas yang padat, Gus Alwi tidak bisa sampai ke maktab Kiai Maimoen. Shodikun​​​​​​​ pun akhirnya sowan sendirian. 

Merasa belum mendapatkan kesempatan, Gus Alwi hanya meminta tolong kepada Shodikun​​​​​​​ untuk menanyakan sampai kapan Mbah Moen tinggal di Makkah. Maksud Gus Alwi, lain waktu sebelum Mbah Moen meninggalkan Makkah, ia akan sowan di penginapan ayah dari wakil gubernur Jawa Tengah tersebut.  

Setelah sampai di hotel, Shodikun​​​​​​​ sudah mendapati beberapa tamu juga sedang sowan. Masing-masing mempunyai kesempatan untuk berbincang kepada Kiai Maimoen. Tiba giliran Shodikun​​​​​​​, ia mencoba menyampaikan pesan Gus Alwi untuk menanyakan sampai kapan Kiai Maimoen akan tinggal di Makkah. 

Ngapunten, Mbah, mangke wonten mriki dugi kapan njih (maaf, Mbah, tinggal di sini akan sampai kapan, ya)?”

Mbah Maimoen dengan tegas menjawab, “Tekan tanggal limo (sampai tanggal lima).”

Shodikun​​​​​​​ cukup janggal atas jawaban Kiai Maimoen Zubair ini. Ia berpikir, bagaimana mungkin beliau tinggal di Makkah sampai tanggal 5 sedangkan ritual ibadah haji—apabila dihitung menurut kalender hijriah maupun masehi yang hanya selisih sehari—akan selesai pada tanggal belasan. Shodikun​​​​​​​ hanya husnudhon bahwa yang dimaksud Mbah Moen dengan “tinggal di sini sampai tanggal lima” adalah tinggal di dalam hotel yang beliau tempati saat ini, bukan tinggal di Makkah.

***

Menjelang subuh, hujan mengguyur kota Makkah. Shodikun​​​​​​​ yang berangkat ke Masjidil Haram pun basah kuyup. Baginya cuaca kali ini aneh karena terjadi pada musim panas. “Saya sempat bertanya-tanya dalam hati: ada apa ini?” tuturnya.

Hingga akhirnya, beberapa saat kemudian hati Shodikun​​​​​​​ tersentak oleh kabar wafatnya Mbah Moen. Di kepalanya kembali terngiang dawuh Mbah Moen terakhir saat di hotel, dan Shodikun​​​​​​​ baru sadar bahwa pemahamannya meleset.
 
Pada tanggal 5 Dzulhijjah 1440 H (atau 6 Agustus 2019), Mbah Moen memang bukan hanya meninggalkan hotel, tapi juga Makkah, bahkan dunia dengan segenap hiruk pikuknya ini. Ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu mengembuskan napas terakhir dengan tenang pada pukul 04.17 di Kota Makkah, Arab Saudi. Allâhummaghfir lahu warhamhu wa ‘âfihi wa‘fu ‘anhu.
 
(Ahmad Mundzir)