Jakarta, NU Online
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengajak umat Islam untuk menjadikan Ramadhan sebagai madrasah revolusi mental dan spiritual. Ramadhan tidak hanya menahan dari berlapar-lapar dan haus saja.
“Mungkin lima hari lagi kita menyudahi puasa, menjalani puasa tanpa pemaksaan, tapi tumbuh dari sebuah kesadaran. Puasa harus kita jadikan sebagai sebuah revolusi mental spiritual yang diharapkan bisa menemukan jatidiri kita,” katanya di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (30/5).
Karena, menurut dia, kalau seseorang ingin mengetahui siapa dirinya, harus melakukan puasa dengan memahami arti puasa itu. Puasa adalah untuk melahirkan kembali identitas kita, siapa kita sebenarnya.
“Ada sebuah syair yang mengatakan, hai pelayan jasad, sebelas bulan melayani jasad sehingga kita lupa siapa kita. Dari barat ke timur, lebih banyak mengurusi jasad, urusan insaniyah kita kecil sekali, redup dan mungkin hilang,” katanya.
Karena itulah saat berpuasa ini, lanjutnya, sebulan penuh umat Islam dimasukkan ke dalam sebuah candradimuka, sebuah pendidikan untuk menemukan kembali identitasnya masing-masing, menuju kembali ke kemanusiaannya untuk mengetahui dirinya sendiri.
“Sebulan saya kira merupakan pelatihan yang cukup dan itu tiap tahun datang. Coba angen-angen kembali selama ini seberapa ruginya dan seberapa ukurannya kerugian itu hanya karena dalam sebelas bulan itu kita melayani jasad, fisik kita?” pungkasnya.
Sebelumnya, ia berpesan kepada para pemudik yang pulang ke kampung halamannya agar berhati-hati dalam perjalanan. Ia juga mendoakan semoga para pemudik mendapat keselamatan wasilah pertolongan Allah SWT.
“Kepada mukminin-mukminat, muslimin-muslimat, Nahdliyin dan Nahdliyat, shaimin-shaimat, saya ucapakan selamat mudik, semoga selamat sampai tujuan,” katanya.
Ia mengajak kepada para pemudik, pulang ke kampung halaman tidak dengan membawa niat untuk pamer harta kekayaan, tapi justru mempererat silaturahim antarsaudara, sahabat, tetangga. Bukan membawa kebiasaan-kebiasaan buruk dari perantauan.
Kalaupun ia memiliki harta, sambungnya, sebaiknya digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan atau disumbangkan kepada pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan fasilitas umum yang bermanfaat. (Abdullah Alawi)