Nasional

Jamin ASI Ekslusif, Muslimat NU Dukung Cuti Melahirkan 6 Bulan

Sen, 4 Juli 2022 | 16:00 WIB

Jamin ASI Ekslusif, Muslimat NU Dukung Cuti Melahirkan 6 Bulan

Ketua PP Muslimat NU, Hj Mursyidah Thohir.

Jakarta, NU Online

Pimpinan Pusat Muslimat NU mendukung usulan masa cuti enam bulan bagi ibu melahirkan sebagaimana tertuang dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang tengah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Hal tersebut disampaikan Ketua PP Muslimat NU Hj Mursyidah Thohir kepada NU Online, Senin (4/7/2022).


Dasar pemikiran atas dukungan atas usulan cuti enam bulan bagi ibu bekerja yang tengah melahirkan adalah untuk menjamin kesehatan ibu dan anak di masa awal kehidupan.

 

“Anak membutuhkan asupan ASI Ekslusif yang hanya dapat diberikan dengan baik jika ibu berada dekat dengan anak,” katanya.


Selain itu, lanjut Nyai Mursyidah, cuti selama enam bulan juga untuk memastikan peningkatan sumber daya manusia (SDM) ibu dalam menunjang gizi bayi.

 

Saat ini, Pemerintah RI sendiri tengah fokus pada peningkatan kesehatan ibu dan anak sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di mana asupan gizi dan ASI bagi anak di awal kehidupannya harus terpenuhi dengan baik.


Usulan masa cuti enam bulan bagi ibu melahirkan, lanjutnya, bukanlah ide dan gagasan baru. Negara-negara maju justru telah menerapkan regulasi perlindungan bagi ibu dan anak dalam fase pertama kehidupannya.


Sebut saja Bulgaria memberikan masa cuti melahirkan selama 14 bulan, Yunani memberikan cuti 11 bulan, Inggris Raya memberikan hak cuti selama 9 bulan, Slovakia memberikan hak cuti selama 8 bulan, Kroasia memberikan hak cuti kepada Ibu melahirkan selama 7 bulan dan negara-negara maju lainnya seperti Chili, Republik Ceko, Irlandia, Hongaria dan Selandia Baru juga memberikan masa cuti antara 6-8 bulan lamanya.


“Negara-negara maju memberikan jaminan kesejahteraan kepada pekerja perempuan di masa cuti tetap mendapatkan gaji dan perlindungan sosial,” jelas pengajar di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta itu.


Ketentuan tentang cuti bagi ibu melahirkan juga, lanjutnya, harus mengatur tentang hak gaji selama masa cuti tersebut tetap diberikan, termasuk juga hak atas perlindungan sosial,


“Selama ini ketentuan tentang cuti melahirkan bagi perempuan bekerja diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni selama tiga bulan,” katanya.


Selama ini, jelas Nyai Mursyidah, perempuan bekerja khusus di sektor swasta merasakan ketidaknyamanan dalam pengajuan cuti karena perusahaan menerapkan prinsip no work no pay.

 

“Ketakutan pengajuan masa cuti yang memadai bagi pekerja perempuan di perusahaan sangat beralasan karena mereka takut mendapat ancaman PHK,” terangnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad