Nasional

JPPI Nilai Tak Ada Tawaran Inovatif dari Ketiga Capres soal Kesejahteraan Guru

Sen, 5 Februari 2024 | 09:00 WIB

JPPI Nilai Tak Ada Tawaran Inovatif dari Ketiga Capres soal Kesejahteraan Guru

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji. (Foto: dok. JPPI)

Jakarta, NU Online

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai tak tampak tawaran inovatif yang disajikan tiga calon presiden (capres) dalam debat kelima terkait kesejahteraan guru. Masing-masing capres belum memberi gambaran terang untuk mengatasi permasalahan tersebut.  


"Semua kandidat tidak punya tawaran yang inovatif untuk menjawab masalah yang sudah turun-temurun diwariskan oleh presiden sebelumnya," kata Ubaid kepada NU Online, Senin (5/2/2024).


Misalnya soal kesejahteraan dan kompetensi guru. Calon Presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan mengatakan akan mengangkat guru honorer sebagai guru PPPK. 


Program yang akan dia jalankan di antaranya percepatan sertifikasi guru, pengangkatan 700 ribu guru honorer jadi guru PPPK, beasiswa untuk anak guru dan dosen, penghargaan dan tunjangan bagi dosen dan peneliti yang berbasis kinerja, serta mengurangi beban administrasi.


"Kita tahu bahwa sejak zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sampai Jokowi, janjinya juga begitu. Tapi apa kenyataannya? Hingga kini, masih jutaan guru honorer yang nasibnya masih terkatung-katung," ujarnya.


Bahkan rencananya menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang sekarang para guru honorer akan dimasukkan dalam marketplace.


"Ini sangat berbahaya dan menginjak-injak profesi guru, sebab tidak adanya sebuah sistem yang menjamin kesejahteraan dan perlindungan atas profesi guru," jelasnya. 


Ide ini ironisnya juga disetujui oleh Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Dia  menambahkan soal kebocoran dana pendidikan. 


"Soal sektor pendidikan masuk dalam pusara kasus korupsi kan sudah lama, sayangnya lagi-lagi tawarannya mau audit dan mengkaji sistem. Harusnya tim sudah mengkaji kelemahan sistem yang sekarang, lalu perbaikan sistemnya seperti apa yang ditawarkan? Saya tunggu-tunggu ternyata tidak ada," ungkapnya.


Sementara Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar lebih menyoroti soal kesejahteraan guru, solusinya adalah peningkatan gaji guru. Sedangkan untuk peningkatan mutu, solusinya dengan pemanfaatan teknologi. 


"Lagi-lagi, ini sejatinya tidak menawarkan apa-apa? Hari ini guru kita sudah muntah-muntah soal kewajiban harus update aplikasi ini dan itu. Dan ternyata memang, pelatihan guru melalui aplikasi ini gagal meningkatkan mutu guru," terangnya.


Ihwal peningkatan gaji, Ubaid khawatir akan terjadi kesenjangan yang kian besar. Sebab, masalah guru hari ini adalah status honorer yang masih rapuh.  Di Jakarta misalnya, guru di sekolah negeri masih ada yang digaji 300.000.


"Statusnya dulu yang perlu diperjelas, baru bicara kesejahteraan. Ini semua terjadi karena dari sisi statusnya saja tidak jelas, masih honorer karena itu mereka rentan diupah murah, bahkan tidak digaji," jelasnya.