Nasional

Kader NU Pencipta 5 Aplikasi Difabel Bakal Melawat ke Gedung Putih

Rab, 31 Juli 2019 | 05:15 WIB

Kader NU Pencipta 5 Aplikasi Difabel Bakal Melawat ke Gedung Putih

Anjas Pramono (kiri) bersama Ketua PBNU Robikin Emhas saat berkunjung ke Kantor Redaksi NU Online, Selasa (30/7).

Jakarta, NU Online
Anjas Pramono, mahasiswa difabel asal Kudus, Jawa tengah yang menciptakan lima aplikasi untuk difabel akan melawat ke Gedung Putih, Kantor Presiden Amerika Serikat di Washington DC. Anjas yang berhasil meraih berbagai penghargaan atas prestasinya itu bakal ke Amerika Serikat selama lima pekan.

Di sana, ia akan mempresentasikan dan mematangkan rencananya pengembangan aplikasi untuk membantu saudara-saudara yang difabel. Salah satu agenda di Negeri Paman Sam itu ialah berkunjung ke White House.

Ke depan, ia ingin terus memberikan kesadaran kepada masyarakat umum agar tidak ada lagi diskriminasi terhadap saudara-saudara yang difabel. Hal itu, menurutnya, bisa dilakukan dengan pelajaran kesadaran disabilitas (disability awareness) yang ditanamkan pada kurikulum dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

“Ada orang-orang yang teredukasi karena sejak TK sampai PT gak mendapatkan mata pelajaran disability awareness. Saya bisa menyasar anak-anak akan hilang diskriminasi,” katanya saat berkunjung ke NU Online di Gedung PBNU lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Selasa (30/7).

Anjas merasa tidak pernah mendapat perlakuan yang diskriminatif di PMII. Hal itu terbukti dengan keterpilihannya sebagai ketua. Pun tidak pernah ada yang membicarakan miring terhadapnya. “PMII terbuka. Tidak pernah ada perlakuan diskriminasi,” ujar pria kelahiran 1997 yang saat menjabat sebagai Ketua Pengurus Komisariat PMII Universitas Brawijaya itu.

Di samping itu, ia juga mengalihkan pola pikir (mindset) anggota PMII yang banyak berpikiran pada politik praktis di kampus ke arah akademis. “Saya coba mengubah mindset anak-anak mahasiswa baru. Ikut PMII bukan cuma untuk jabatan politis, tapi lebih ke akademis,” katanya.

Hal itu ia mulai dengan mengajak belajar bersama membuat laporan praktikum. Dari situ, Anjas mengajak 23 rekan-rekannya mengikuti lomba aplikasi inovasi teknologi. Dari empat grup yang ia kirimkan, 23 rekannya berhasil membawa pulang dua medali emas dan satu medali perak.

“Alhamdulillah bantuan-bantuan datang untuk keberangkatan ke Malaysia. 23 orang itu terbagi empat tim. Jadi dua medali emas dan satu perak,” katanya.

Dari keberhasilannya itu, ia berhasil menarik banyak orang untuk gabung menjadi anggota PMII. Baginya, jabatan politis hanyalah sebuah bonus saja dari kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang kader, yakni kaderisasi. “Politik itu jabatan bonus, kaderisasi itu yang wajib,” tegasnya.

Oleh karena itu, dalam memimpin PMII Universitas Brawijaya, ia fokus membenahi internalnya dan mengekspos kader-kadernya ke media. “Yang penting itu media, branding teman-teman. Mereka perlahan kita pos,” ucapnya.

Sebagai mahasiswa jurusan Teknologi Informatika, Fakultas Ilmu Komputer UB, Anjas membuat aplikasi untuk memudahkan orang belajar bahasa isyarat. Hal itu, menurutnya, penting guna berkomunikasi dengan saudara-saudara yang tunarungu mengingat ketidakmungkinan memaksa mereka untuk berbicara. “Kita coba memahami bahasa mereka. Itu bahasa masyarakat,” tegasnya.

Anjas membuat aplikasi bernama Difodeaf, sebuah kamus bahasa isyarat. Aplikasi ini diganjar medali emas dari University of Malaysia pada 2018.

Aplikasi kedua yang dibuat bernama Locable. Adalah kepanjangan dari Location for Difable. Aplikasi ini untuk menjawab kendala teman-teman difabel agar bagaimana bisa mengakses tempat yang ramah disabilitas. 

Karya ketiga yang dibuatnya adalah aplikasi jual beli disabilitas (jubilitas). Dia membuat aplikasi ini karena ingin memberikan ruang kepada difabel untuk berwirausaha. Mengingat kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan seperti di kantor dan sebagainya sangat kecil.
 
Ada juga aplikasi yang dibuat Anjas, berkaitan tentang transportasi. Aplikasi tersebut dipasang di angkot dan dapat perunggu di Bali tahun kemarin.

Terakhir ada aplikasi guru ngaji. Aplikasi ini berguna untuk orang tua yang akan memilih guru ngaji untuk anaknya. Sebab di kota besar macam Jakarta, atau Surabaya, tidak sedikit guru ngaji yang mengajarkan ilmu yang radikal.

Atas prestasi Anjas di tengah keterbatasan fisiknya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengungkapkan rasa bangganya terhadap kader NU asal Kudus, Jawa Tengah itu. Menurutnya, setiap orang merupakan karya terbaik Tuhan.

“Saya jadi lebih setuju sampean dan semua orang adalah pribadi yang istimewa karena bisa berkarya layaknya pribadi istimewa seperti yang lain,” katanya. (Syakir NF/Fathoni)